Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta
Di Depan Rumah Retret Itu, Kau Berlutut Memelukku
Rindunya pada Paulina membias dengan kerinduan yang sama pada Silvi. Gadis yang telah ia anggap seperti adiknya sendiri. Di sudut hati, ada rasa yang lain. Tak ingin tenggelam dalam perasaan, Calvin buru-buru beranjak. Disambuti teriakan protes dari anggota keluarga.
"Aku harus ke kantor," Ia menjelaskan sesabar mungkin.
"What? Eid Mubarak begini ke kantor? Nggak salah?"
Mereka takkan mengerti. Malam ini juga, Calvin harus ke Tiongkok untuk perjalanan bisnis. Blogger dan pengusaha super tampan itu tergesa mengemudikan Chevroletnya.
Tiba di kantor, Calvin tak berkonsentrasi. Pikirannya melayang ke hati Silvi, mencemaskan gadisnya. Setelah menyiapkan beberapa dokumen, dibukanya blog pribadinya. Mungkin menulis artikel bisa meringankan kekhawatiran.
Paragraf demi paragraf ia tulis. Opini dan fakta dari berbagai referensi ia rangkaikan. Tepat ketika artikel itu diposting, telepon tak terduga merobek hatinya.
"Calvin...bisakah kamu ke rumah retret itu? Maukah kau menemuiku?" Suara di seberang sana teramat sedih dan putus asa. Disambuti isakan tangis.
Perasaan Calvin tak menentu. Hatinya teriris mendengar suara tangis itu. Detik-detik mendebarkan, akhirnya ia mengambil keputusan. Setelah mendengar tangisan gadis yang dicintainya, Calvin menutup laptop. Ia memakai kembali jasnya, sejurus kemudian berlari meninggalkan ruang kerja CEO di lantai lima. Calvin membatalkan perjalanan bisnisnya, ia meminta staf kepercayaannya menggantikan. Ada yang lebih butuh dirinya di luar sana.
**
Dingin, malam itu sangat dingin. Tubuh Silvi limbung. Berjam-jam lamanya ia di jalanan. Berjalan begitu jauh tanpa arah. Ia kembali lagi ke depan rumah retret. Entah apa lagi yang dicarinya.
Make upnya telah luntur. Gaunnya kotor oleh debu dan tanah. Silvi jatuh terempas di atas lututnya sendiri, sekuat tenaga menahan tangis. Bukankah ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tegar?