Himam Miladi
Himam Miladi Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

"Decluttering", Menyingkirkan Barang Koleksi agar Hidup Lebih Bisa Dinikmati

5 Mei 2021   07:48 Diperbarui: 5 Mei 2021   07:57 2040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Decluttering", Menyingkirkan Barang Koleksi agar Hidup Lebih Bisa Dinikmati
Setelah belajar tega, saya sadar decluttering membuat hidup lebih bisa dinikmati (clutterbgone.ca)

Kalau orang lain ada yang hobi koleksi barang, saya malah "hobi" membuang koleksi barang. Ya, sekali waktu dulu saya pernah hobi mengoleksi barang-barang tertentu.

Dulu, saya punya impian memiliki perpustakaan pribadi dengan banyak koleksi buku. Bayangan saya akan perpustakaan pribadi itu sebuah ruangan yang nyaman, dengan kursi sofa yang empuk serta berderet rak buku yang isinya buku semua.

Hobi membaca, kecintaan pada buku serta obsesi memiliki perpustakaan pribadi membuat saya mulai mengumpulkan buku. Sejak jaman SMA hingga sekarang, semua buku yang pernah saya beli masih terpelihara dengan baik.

Lambat laun saya mulai berpikir ulang bahwa mengoleksi buku atau benda-benda lainnya itu ternyata menyusahkan.

Mengapa? 

Pertama, hal ini menyita banyak waktu. Saya harus rutin merawat, membersihkannya dari debu, atau menggosoknya sampai mengkilat seperti baru.

Kedua, hobi koleksi barang sama artinya dengan menyita ruang. Mending kalau rumahnya besar sehingga ada kamar khusus untuk benda-benda koleksi. Lha kalau rumahnya cuma tipe 39, di mana semua kamarnya sudah dialokasikan khusus untuk anggota keluarga dan keperluan rumah tangga lainnya, mau ditempatkan di mana koleksi benda-benda tersebut?

Jadi, berdasarkan dua pertimbangan tersebut, saya pun mulai mengurangi hobi koleksi barang. Khusus terkait koleksi buku yang saya miliki, hobi mengoleksi buku saya tinggalkan setelah membaca sebuah kutipan di halaman situs BookCrossing,

If you love your books, let them go

Jika kamu mencintai bukumu, biarkan mereka pergi

Dari kutipan tersebut, saya sadar bahwa mengoleksi buku bukanlah sebuah bentuk kecintaan terhadap buku. Melainkan salah satu perwujudan dari rasa egois yang kita miliki. Saya merasa egois karena bermimpi ingin memiliki begitu banyak koleksi buku, sementara di luar sana ada jutaan anak dan orang lain yang tak punya kesempatan untuk membaca satu buku pun!

Sama dengan koleksi benda apa pun, pada dasarnya itu adalah bentuk keegoisan diri kita. Kita egois menyimpan benda-benda tertentu, sementara di luar sana mungkin ada yang lebih membutuhkan. Di tangan kita barang-barang itu menganggur tidak terpakai, sementara di tangan orang lain mungkin barang yang kita koleksi itu lebih bermanfaat.

Dengan kata lain, kutipan dari BookCrossing itu dapat kita maknai menjadi

Jika kamu mencintai barang koleksimu, biarkan mereka pergi

Decluttering, Menyingkirkan Barang-barang Koleksi

Jadi, sejak membaca kutipan itu, saya mulai melepas satu per satu koleksi buku saya. Kebanyakan saya sumbangkan untuk perpustakaan umum atau taman baca. Sebagian lagi saya berikan ke teman-teman yang meminta. 

Koleksi buku yang perlahan mulai menyusut (dokpri)
Koleksi buku yang perlahan mulai menyusut (dokpri)
Meskipun begitu, sisi egoisme saya ternyata masih mendominasi. Ada beberapa koleksi buku yang rasanya masih sayang untuk saya lepaskan ke "alam liar". Terutama buku-buku yang masuk kategori evergreen, alias tidak pernah bosan untuk dibaca ulang. Juga buku-buku referensi khusus yang masih saya perlukan.

Sejak terbiasa melepas koleksi buku, saya akhirnya terbiasa pula melakukan decluttering, alias menyingkirkan membuang barang koleksi atau benda-benda lain yang tidak terpakai. Meski begitu, bukan perkara mudah untuk membuang barang-barang yang tidak terpakai ini.

Bahkan istri saya sempat marah ketika saya mengajaknya bersih-bersih koleksi baju, sepatu sampai toples tupperware.

"Ini masih muat kok, Mas."

"Aduh, ini kan baju kenangan?"

"Sepatu model ini kan masih tren?"

"Jangan dong, tupperware beli mahal-mahal kok mau dikasihkan orang."

Memang begitu. Selalu ada alasan untuk tetap mempertahankan barang-barang koleksi. Ada nilai emosional, nilai sejarah, benda kenang-kenangan, hingga kadang berpikir bahwa benda-benda itu nanti masih tetap digunakan.

Alasan-alasan seperti itu membuat keinginan saya menyingkirkan benda-benda koleksi sering terhambat. Baru setelah saya belajar tega, saya sadar kalau decluttering alias menyingkirkan barang-barang koleksi membuat hidup ini lebih bisa dinikmati.

Karunia terbesar dari decluttering adalah pemberian waktu. Menggali barang-barang yang berantakan akan membuang-buang waktu. Ruang kerja atau rumah yang berantakan dapat membuat tugas-tugas sederhana tampak jauh lebih rumit dari yang seharusnya. Merasa kewalahan dengan pekerjaan rumah akibat banyaknya benda koleksi seringkali membuat kita menunda atau malah tidak mengerjakan tugas-tugas lain yang lebih penting.

Bagaimana dengan kamu? Masih tetap suka mengoleksi barang, atau mulai berpikir untuk membuang agar barang-barang itu bisa menemui pemilik yang bisa memanfaatkannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun