Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cermin | Karena Hati Perempuan Itu Sulit Dimengerti

3 Juni 2018   03:55 Diperbarui: 3 Juni 2018   04:47 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cermin | Karena Hati Perempuan Itu Sulit Dimengerti
Sumber :www.wallpaperanimemart.xyz

 Hubunganku dengan Anisa berjalan lancar. Bahkan kedua orang tua kami sudah mencari hari baik untuk meresmikan pernikahan kami. Insya Allah jika tidak ada aral melintang bulan depan usai lebaran kami sudah bisa bersanding di pelaminan.

Jika kalian bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku sulit menjabarkannya. Ada bahagia, haru juga bingung. Bahagia sebab Allah telah memilihkan jodoh terbaik untukku. Haru kerena melihat Emak wajahnya berseri-seri. Demikian juga Aisyah, adik kecilku. 

Bingung? Nah, yang ini kalian pasti sudah tahu. Benar, ini soal pekerjaan. Hingga detik ini aku belum juga mendapatkannya. 

Bukan berarti aku pasrah dan tidak mau berusaha. Bukan. Tidak seperti itu. Aku sudah memasukkan bertumpuk lamaran ke pelbagai tempat seperti kantor-kantor, pabrik dan toko-toko yang memajang tulisan; dicari pegawai baru, atau---dibuka lowongan pekerjaan. Tapi nasib baik belum berpihak padaku. Tidak satu pun dari lamaran kerja yang kukirim mendapat balasan. Kalau toh ada respon, paling hanya ucapan terima kasih dan kata "maaf" lowongan telah terisi.

Aku nyaris putus asa dan gamang kalau saja Anisa tidak membesarkan hatiku.

"Bersabarlah sedikit, Dot. Soal jodoh kamu sudah terbukti kuat menahan sabar. Masa soal pekerjaan, tidak?" matanya yang hari itu bebas dari kacamata minus berkejap-kejap lucu. 

Tapi aku tetap saja murung. Dan kalau sudah begitu, Anisa akan menyitir berbagai kata-kata indah.

"Cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh tanpa bantuan musim..." sajak Kahlil Gibran dideklamasikannya. Aku menarik napas panjang. Anisa melanjutkan, "Engkau cintaku! Aku mendengarkanmu dari balik lautan dan merasakan sayap-sayapmu menyekaku...." ia berhenti sejenak. Mengamati raut wajahku.

"Sudahlah Anisa. Aku sedang bingung. Please," aku mendesah.

"Kamu marah, ya?" ia meraih kembali kacamata yang tergeletak di atas meja. Lalu membersihkannya dengan ujung hijab perlahan.

"Ya, sudah. Aku pamit pulang dulu. Aku datang ke sini karena calon Ibu mertuaku memintaku untuk membawakan contoh baju abaya buat prosesi pernikahan nanti," Anisa meraih kunci motor dan melambaikan tangan ke arahku.

"Assalamualaikum, duhai, calon imamku..." ia berlalu sambil tertawa.

***

Perempuan. Entah perempuan mana yang ingin kubicarakan kali ini. Mungkin Anisa. Mungkin Emak. Atau bisa juga Aisyah perempuan kecil yang belum mengerti apa-apa itu.

Huft. Entah mengapa tiba-tiba saja pikiranku dipenuhi oleh ketidakmengertian soal hati perempuan.

Perempuan dan cinta menurutku sama-sama rumit. Tidak mudah diurai dengan sambil lalu.

Ya, kucontohkan saja Anisa. Apa yang ada dalam hatinya ketika menerima pinanganku yang super kilat itu? Aku yakin banyak pemuda yang jatuh hati padanya. Tapi mengapa ia justru memilihku?  Padahal kami hanya sekali bertemu, saat wisuda Aisyah tempo hari. Itupun tanpa sengaja. 

Lalu di acara buka bersama awal puasa kemarin kami dipertemukan kembali oleh takdir.

Ya, oleh takdir.

Ah, bisa jadi ini memang permainan takdir.

"Tidak usah membawa-bawa nama takdir, Dot. Terima dan syukuri semua yang telah Allah berikan," suara Emak. Cukup mengagetkankanku. Bagaimana mungkin Emak bisa membaca pikiranku padahal aku tidak mengatakan apa-apa padanya?

"Ingat, Dot. Ada takdir Mubram dan takdir Muallaq. Takdir Mubram adalah takdir yang..." Duh, Emak. Mulai deh, gencar menggurui dan menasehati.

"Iya, Mak. Aku mengerti, aku paham!" aku memenggal ucapan Emak. Jika tidak, Emak bisa berceramah panjang lebar tak berujung, mengalahkan penceramah kondang Mama Dedeh.

Aku membuang pandang ke luar jendela. Langit masih cerah. Siang masih panjang. Masih banyak waktu untuk melakukan sesuatu.

Mendadak aku kepingin tidur.

***

Malang, 03 Juni 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun