Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Buruh

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Berbagi tanpa Sekat di Salatiga, Sehari Obati 30 Orang

18 Mei 2018   03:18 Diperbarui: 18 Mei 2018   03:26 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi tanpa Sekat di Salatiga, Sehari Obati 30 Orang
Gery mengobati penderita gangguan saraf (foto: dok pri)

David Bekam alias Pang Dafid, Kompasianer sekaligus seorang pakar herbal yang piawai melakukan pengobatan dengan teknik Kop Cakra, jelang bulan Ramadan menggelar aksi berbagi di Kota Salatiga. Sedikitnya 30 orang penderita berbagai penyakit, ia tangani secara marathon. Seperti apa kiprah inovator tersebut, berikut catatannya.

Sejak bulan April lalu,  David sudah berencana untuk mengunjungi Kota Salatiga, ia membaca postingan saya tentang mbak Lis warga Desa Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang yang menderita gangguan saraf. Di mana, perempuan berusia 42 tahun yang tinggal sendirian itu, sering tak mampu mengontrol tangan dan kaki kanannya sehingga berputar mirip baling- baling tanpa bisa dihentikan.

" Jelang puasa, saya akan ke Salatiga untuk mengobati mbak Lis. Tapi biar sekali dayung dua atau tiga pulau terlampui, saya minta ikut dihadirkan 30 orang penderita beragam gangguan kesehatan untuk saya therapi," pesan  David jauh sebelum datang ke Kota Salatiga.

Terkait hal itu, sebelum  David tiba, saya melakukan pendataan terhadap para relawan Lentera kasih untuk Sesama (Lentera), sebuah komunitas sosial yang aktif menangani dhuafa di Salatiga mau pun Kabupaten Semarang. Hasilnya, 15 relawan siap menjalani therapi Kop Cakra sedangkan sisanya 15 orang lagi berasal dari masyarakat umum.

Keluhan 30 orang ini beragam, mulai kanker, stroke, gangguan saraf kejepit, jantung hingga maag akut. Setelah para calon pasien terdata, maka saya harus menentukan lokasi tempat berlangsungnya pengobatan yang biasa disebut sebagai hiber action ini. Untungnya, Gunawan Herdiwanto seorang pengusaha resto menawarkan sebuah bangunan guna dipakai misi sosial itu.

Joglo buatan tahun 1825 tempat untuk pengobatan (foto: dok pri)
Joglo buatan tahun 1825 tempat untuk pengobatan (foto: dok pri)
Bangunan yang terletak di komplek resto Joglo Ki Penjawi merupakan joglo berkamar dua yang sehari- harinya dimanfaatkan sebagai home stay. Joglo yang keseluruhan berbahan kayu jati ini, dibuat tahun 1825 (jaman perang Pangeran Diponegoro berlangsung). Kebetulan posisinya berada di sudut, sehingga tak bakal menggangu aktifitas resto.

Sebelum  David tiba, banyak yang perlu disiapkan. Misalnya ruangan bertirai rapat  untuk pengobatan kaum wanita, 3 buah ember, pemutih pakaian, sabun , tisu, kursi, hingga air es. Belakangan, peralatan yang tersedia ternyata masih kurang banyak. Kendati begitu, semua mampu teratasi berkat kerja sama yang baik dengan owner resto Joglo Ki Penjawi.

Gery tengah therapi penderita stroke (foto: dok pri)
Gery tengah therapi penderita stroke (foto: dok pri)
Menangis Terharu

Sekitar pk 10.00  David dengan didampingi putranya yang bernama Gery dan rekannya asal Sukoharjo bernama Hafidz tiba di lokasi. Sementara puluhan calon pasien sudah mulai menunggu sejak pk 09.00. Tanpa menunggu lebih lama,  David segera memulai ritual pengobatannya. Terlebih dulu, ia menjelaskan tentang teknik pengobatan Kop Cakra temuannya.

Disebutkan, Kop Cakra merupakan pengembangan dari teknik pengobatan bekam. Perbedaannya, Kop Cakra langsung menuju sasaran yang sakit , relatif tak menimbulkan luka (meski mengeluarkan darah) dan waktunya cukup singkat., Sebaliknya bekam biasanya meninggalkan bekas luka berupa guratan- guratan kecil.

Langkah awal, seluruh calon pasien disuruh minum cairan herbal NZ Pro 22 dan NZ Pro 99 yang berfungsi mendongkrak stamina pasiennya. Setelah itu, sesuai nomor urut, satu persatu penderita beragam penyakit mulai diobati. Masing- masing orang, butuh waktu 10- 20 menit, tergantung berat ringannya penyakit yang diderita.

Ibu Utami yang sejak lama mengalami sesak nafas, mengaku sudah menghabiskan banyak uang untuk berobat. Meski agak pesimis dengan pengobatan Kop Cakra, ia tetap mencobanya. Setelah digarap  David selama 10 menit, ia merasa plong dalam bernafas. Bahkan, usai diobati, dirinya meninggalkan tongkat yang biasa dipakai sehari- hari.

Hingga pk 13.00,  David yang dibantu Gery telah mengobati sekitar 15 orang, akhirnya meminta waktu beristirahat selama 1 jam. Maklum, pengobatan berlangsung marathon dan cukup menguras tenaga. Pada saat makan siang, ia sempat menanyakan sosok mbak Lis penderita gangguan saraf. " Salah satu tujuan saya ke Salatiga, ingin mengobati mbak Lis," ujarnya.

Hingga selesai makan siang, David dan Gery kembali menuju joglo uzur meneruskan pengobatannya. Untunglah, pasien yang ia tunggu, yakni mbak Lis sudah tiba. Akhirnya, perempuan dhuafa nan malang tersebut langsung dimintanya minum NZ Pro 22 serta NZ Pro 99. Sungguh celaka, saat diberi minuman herbal tersebut, penyakit mbak Lis kambuh.

Tangan kanannya berputar mirip baling- baling helikopter tanpa mampu dihentikan. Begitu pun kaki kanannya, mendadak berayun- ayun sangat cepat, enggan merespon perintah otak. Setelah  David turun tangan, penderitaannya mereda. Kendati begitu, muncul reaksi lain, ia muntah- muntah cukup lama.

Sampai akhirnya semua terkendali, mbak Lis langsung diobati oleh David. Hampir 15 menit lamanya ia menjalani therapi. Selesai digarap, wajahnya berbinar gembira, dirinya mengaku enteng. Melihat hal itu, bang David mengeluarkan air mata. Dirinya merasa terharu mampu mengobati mbak Lis meski belum sembuh total.

David dan mbak Lis yang selesai diobati (foto: dok pri)
David dan mbak Lis yang selesai diobati (foto: dok pri)
Berbagi Tanpa Sekat

Demikian pula dengan Riyanti yang mengaku bila jongkok sulit berdiri tegak, diduga ada gangguan otot di lututnya, usai menjalani therapi Kop Cakra, ia mampu jongkok berdiri tanpa bantuan apa pun. " Saya sangat berterima kasih atas bantuan om David," ungkapnya.

Sementara Siti Rosidah, warga Desa Segiri, Pabelan, Kabupaten Semarang yang mendampingi ibunya, mengaku puas atas pengobatan Kop Cakra. Pasalnya, sang ibu yang dulunya mengalami stroke, paska diobati  David tubuhnya terasa ringan dan bicaranya jadi cukup jelas. Begitu pun bagian kepalanya yang terasa pusing, langsung lenyap rasa peningnya.

Kendaraan pasien dari berbagai lapisan menunggu diobati (foto: dok pri)
Kendaraan pasien dari berbagai lapisan menunggu diobati (foto: dok pri)
Salah satu ibu- ibu berumur 70 tahun yang selama ini mengalami kesulitan menunaikan sholat, usai ditherapi mengaku pinggang dan lututnya tak terasa nyeri lagi. Dengan begitu, ia bakal mampu menjalankan ibadahnya tanpa kesulitan apa pun. " Saya benar- benar sangat berterima kasih atas pengobatan ini," tukasnya sebelum meninggalkan lokasi.

Dari sekitar 30 orang pasien David yang diobati, mayoritas merasa sangat puas atas hasil pengobatannya. Mereka menginginkan agar sang Kompasianer itu nantinya akan kembali lagi ke Kota Salatiga. Sebab, selain teknik pengobatannya efektif mengusir beragam penyakit, David juga tak memungut biasa sepeser pun alias gratis.

Tuntas berbagi baru menikmati sate kambing (foto: dok pri)
Tuntas berbagi baru menikmati sate kambing (foto: dok pri)
Menanggapi hal tersebut, David mengaku bahwa dirinya akan secara rutin tiap tiga bulan sekali melangsungkan pengobatan Hiber Action di berbagai daerah. Untuk Kota salatiga sendiri, sudah ia masukkan dalam daftar agenda. " Ini namanya berbagi tanpa sekat. Saya sangat bahagia mampu berbagi dengan siapa pun," ungkapnya.

Yang dimaksud berbagi tanpa sekat, lanjut David, yakni pengobatan secara gratis dengan mengedepankan kesembuhan pasien namun mengabaikan status soasialnya termasuk agama. " Mayoritas yang saya obati adalah pemeluk agama Islam, sedangkan saya pemeluk agama Kristen. Meski begitu, semuanya lancar- lancar saja," jelasnya.

Sampai pk 19.00 Hiber Action baru berakhir, David yang selain dibantu Gery juga banyak dibantu oleh relawan asal Salatiga, kendati terlihat letih, namun selalu tersenyum bahagia. " Kebahagiaan tak bisa dihitung dengan uang, dengan berbagi seperti ini, saya merasa sangat- sangat bahagia," ujarnya diulang- ulang.

Itulah catatan aksi David bersama putranya di Kota Salatiga, mereka berdua berbagi di bulan Ramadan agar orang- orang yang tengah didera berbagai penyakit mampu melaksanakan kewajibannya memenuhi perintah Allah, yakni berpuasa. Terima kasih bang David, kami semua setia dan bersabar menunggumu hingga tiga bulan ke depan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun