Andi Wi
Andi Wi Penulis

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cerpen | Guru Ngaji

20 Mei 2018   03:49 Diperbarui: 20 Mei 2018   03:47 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen | Guru Ngaji
Ilustrasi: pixabay

Satu bulan berlalu dan aku belum bisa menguasainya. Dan parahnya perjanjian dengan Ibuku, aku mengaku kalah.

Dalam dua sampai tiga bulan ke depan, aku terus bolak-balik ke surau itu. Perjanjian dengan ibuku diperpanjang. Menjadi enam bulan. Ditambah, kalau aku benar-benar paham apa yang kubaca ibuku akan membelikanku sepeda baru. Sepeda keren yang memiliki cakram bagian depan-belakang yang setiap kayuhannya terasa enteng dan lembut meski pemakainya sedang menaikinya dengan kemiringan vertikal jalan 45 derajat.  

Aku ingin mendapatkan sepeda itu. Aku menginginkannya sampai-sampai setiap malam aku tak henti-hentinya mengingau di tengah malam dan terbangun dan berharap matahari muncul. Saat itu waktu terasa amat lama. Ini tak bisa dibiarkan. Jika aku tak bisa mempercepat waktu bagaimana kalau waktu sendiri yang mengulurkannya. Lalu tiba-tiba ide konyol itu terlintas.

Tengah malam aku menarik baju kokoku di belakang pintu kamar, lalu merenggut kopyah putihku yang juga terselampir di sana dan keluar jendela kamar dengan menenteng Al-Quran di tangan kananku.

Aku berlari lintang pukang macam anak bajing yang bersemangat menuju rumah Pak Ustad yang kuketahu nama belakangnya Hadi. Aku mengetuk-ngetuk pintu rumahnya sampai dia terganggu dan terbangun mengecek siapa orang yang bersalah tengah malam begini bertamu di rumahnya.

Pak Hadi membukakan pintu dan dia mengajakku masuk. "Masuklah," katanya sambil mengucek mata lalu berjalan ke meja ruang tamu sambil membenarkan sarungnya.

Aku duduk selama lima detik dan langsung mengatakan tujuanku mengganggunya.

Pak Hadi tidak tertawa. Dia cuma tersenyum. Senyum yang manis sebagai laki-laki 65 tahun. Kemudian dia memintaku mengambil air wudhu di belakang rumahnya, di sumurnya yang gelap dan kurasa agak angker.

Tapi syukurlah aku tidak datang ke sumur angker itu sendiri. Pak juga perlu wudhu katanya. Lalu disela-sela Pak Hadi menimba air, aku memanfaatkan waktuku untuk minta maaf lagi padanya telah mengganggunya tengah malam begini.

Pak Hadi sama sekali tidak menunjukkan muka marah. Dia malah menimpaliku dengan nada tenang tanpa sedikit pun terdengar ancaman, bahwa, "Yah, kau datang tepat waktu. Jam-jam segini biasanya aku memang melakukan sholat tahajud. Apa kau ingin sholat tahajud bersamaku?"

Saat itu karena aku masih merasa besalah aku jawab aku mau meskipun tujuan utamaku adalah belajar bahasa arab. Pak Hadi adalah laki-laki baik. Dia bahkan mengajariku cara-cara dan tata tertib sholat tahajud lengkap dengan doa rahasianya. Aku langsung belajar apa yang diajarkanya dan langsung merasa bodoh, ternyata ada banyak sekali hal-hal yang tak kuketahui di dunia ini. Ternyata dalam sholat tahajud yang orang-orang sebut cara membujuk tuhan, ada doa rahasianya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun