Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Dosen

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Lebih Menghargai Makanan di Ramadan Ini

14 April 2021   09:50 Diperbarui: 15 April 2021   04:04 2943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebih Menghargai Makanan di Ramadan Ini
Ilustrasi sajian menu berbuka puasa. (Foto: Shutterstock via KOMPAS.COM)

Bahkan pisang tersebut tak sedikit yang sudah busuk, sehingga tak cocok untuk dikolak apalagi digoreng. Pisang itu pun dengan berat hati dibuang.

Lain waktu, kami membeli produk ikan dalam kemasan kaleng. Produknya memang belum kadaluarsa namun sayangnya kalengnya sudah penyok di sana-sini.

Kaleng ikan pun segera dibuka untuk mengetahui kesegaran dari aromanya. Sayangnya, baunya sudah aneh sehingga terpaksa kami buang karena khawatir nantinya malah membuat sakit perut meskipun sudah dimasak.

Dugaan saya, bukan hanya keluarga kami di Indonesia yang pernah membuang-buang makanan karena tak teliti saat membeli. Menurut keterangan dari Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO) di tahun 2020, sampah makanan atau food waste di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahun.

Sekarang, kami belanja lebih lama dan hati-hati dengan tetap menetapkan protokol kesehatan. Belanja pangan pun jelas harus lebih direncanakan sebaik mungkin dengan membuat (serta menaati) daftar belanjaan agar kasus membuang makanan tak lagi harus terjadi di rumah kami.

Berbagi makanan antar tetangga

Anjuran jaga jarak dan sosial (physical & social distancing) sejak adanya pandemi di tahun 2020 lalu ternyata juga berpengaruh pada hubungan sosial. Interaksi tatap muka dengan orang lain yang tidak serumah sempat menjadi terbatas karena kita takut tertular maupun menulari orang lain.

Di masjid terdekat dari rumah, para warga rutin menyumbang makanan dan minuman berbuka (menu takjil) setiap harinya. Selain itu, ada pula konsumsi cemilan bagi jama'ah masjid yang membaca Al-Qur'an bersama (tadarusan) seusai sholat tarawih.

Sejak pandemi, kebiasaan gotong-royong berupa berbagi makanan bukber itu pun terpaksa berhenti dulu. Selama Ramadan tahun 2020 lalu, praktis mesjid di tempat kami kosong dari kegiatan bukber, tarawih, dan tadarusan.

Namun, siapa sangka kebiasaan para warga memasak dengan porsi lebih banyak (sekaligus enak) selama Ramadan tetap berjalan meskipun tak lagi dibagikan. Bisa ditebak, menu bukber itu kadang tersisa karena satu keluarga sudah kenyang memakannya.

Keluarga kami juga sempat beberapa kali tak menghabiskan kolak ataupun beragam bubur manis yang sudah dibuat banyak. Kami acapkali lupa bahwa tak ada bukber maupun tadarusan bersama di mesjid saat itu yang biasanya menerima sumbangan makanan dan minuman saat Ramadan dengan tangan terbuka.

Alhasil, kemubaziran kembali terjadi di rumah kami, baik dalam bentuk bahan pangan segar maupun makanan olahan, duh sedih deh. 

Menurut laporan dalam "Food Sustainable Index" di tahun 2018 yang diterbitkan The Economist Intelligent Unit bersama Barilla Center For Food and Nutrition Foundation, rata-rata setiap penduduk Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan per tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun