Tety Polmasari
Tety Polmasari Lainnya

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Halal Bihalal dan Pentingnya Memuliakan Tetangga

16 Mei 2022   21:44 Diperbarui: 16 Mei 2022   21:53 2000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halal Bihalal dan Pentingnya Memuliakan Tetangga
Ustadz Nugroho saat memberikan tausyiah (dokumen pribadi)

Warga sektor Berlian Blok D RT 03/07 Permata Depok, Cipayung, Kota Depok, Senin 16 Mei 2021, mengadakan halal bihalal. Setelah dua tahun tidak ada kegiatan ini, akhirnya warga bisa kembali berhalal bihalal. 

Ya antusias dong. Jika selama dua tahun ini halal bihalal dilakukan secara online atau di group warga, kali ini bisa bertemu secara fisik. Melihat wajah-wajah warga setelah sekian lama tidak bersua.

Halal bihalal ini mengangkat tema "Mempererat silaturahmi untuk mewujudkan lingkungan yang aman, penuh kekeluargaan, harmonis dan religius". 

Kata Ketua RT 03 Hery Sugiono, tema ini diangkat mengingat beberapa kali di lingkungan Permata Depok terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan hp, maling motor, dan penipuan.

Dengan adanya tema ini diharapkan melalui silaturahmi para warga ikut mewujudkan lingkungan yang aman, penuh kekeluargaan, harmonis dan religius. Dengan demikian, hal-hal yang tidak diinginkan tersebut bisa diantisipasi.

Setelah Ketua RT memberikan sambutan dan arahan, agenda dilanjutkan dengan tausyiah yang disampaikan oleh Ustadz Nugroho, tetangga belakang rumah saya. Ustadz yang memang selalu didaulat untuk memberikan tausyiah-tausyiah.

Dalam tausyiahnya, ia mengutip surat An Nisa ayat 36:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri".

Dari ayat ini ada dua dimensi, yaitu pertama hablum minnallah artinya hubungan dengan Allah. Dalam ayat ini Allah menekankan untuk tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu yang lain. 

Kedua, hablum minnas atau hubungan dengan manusia. Di dalam ayat ini Allah menekankan kita untuk berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. 

Selama Ramadan kemarin kita telah melaksanakan hablum minnallah. Berpuasa untuk meraih kemenangan. Tidak saja menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan segala hal yang bisa membatalkan puasa kita.

Ketua RT saat memberikan sambutan (dokumen pribadi)
Ketua RT saat memberikan sambutan (dokumen pribadi)

Menahan mata kita untuk tidak melihat hal-hal yang bisa membatalkan puasa kita. Begitu pula menahan kuping kita, mulut kita, kaki kita, tangan kita, bahkan hati kita agar tetap terjaga dari hal-hal yang dapat  membatalkan puasa kita.

Selama Ramadan pula kita mencoba menambah amalan-amalan. Sebut saja membaca Alquran, shalat taraweh, shalat tahajud dan berbagai macam amalan lainnya. 

Tentu saja tujuannya agar kita menjadi hamba yang mutaqqin.  Muttaqin sendiri berarti orang yang bertaqwa atau orang yang memelihara diri dengan menjalankan semua perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah.

Selama sebulan kita melatih diri kita bagaimana menjadi orang bertakwa. Mengapa sebulan? Agar kita jadi terbiasa melakukan amalan-amalan di bulan Ramadan di bulan-bulan berikutnya.

Jika di bulan Ramadan kita puasa wajib, maka setelahnya kita terbiasa berpuasa sunnah. Begitu pula ketika kita terbiasa shalat tahajud di bulan Ramadan, maka kebiasaan ini harus berlanjut di bulan-bulan setelahnya. 

Ustadz lantas berkisah tentang pedagang roti yang subuh-subuh sudah berkeliling untuk berjualan. Karena masih gelap, ia tidak melihat kondisi jalanan. Pedagang roti itu lalu terguling, luka, darah berceceran. 

Orang-orang yang berpapasan dengannya lalu mengerumuninya. Lalu bertanya ada apa? Biasanya, kalau kita ditanya dengan pertanyaan seperti itu, kita akan menjawab tertabrak, terjatuh atau lainnya yang sesuai dengan kondisi saat itu.

Tetapi pedagang roti ini tidak demikian. Ketika orang-orang bertanya ada apa pak, pedagang roti ini menjawab ada roti keju, roti tawar, roti manis, roti coklat. 

Itu karena mindsetnya sudah tertanam business minded. Jadi, dalam keadaan apapun ia akan tetap menawarkan dagangannya. Nah, kok bisa begini? Ya, bisa!

"Kalau ini terjadi dengan umat muslim, kalau mindsetnya karena Allah maka pikirannya selalu kepada Allah, apapun kondisinya. Dalam keadaan senang, susah, ditimpa musibah, semua berserah pada Allah," katanya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya" (Hadist Riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Sekarang kita memasuki bulan syawal. Di bulan ini begitu banyak yang melakukan halal bihalal. Kata yang berasal dari bahasa Arab, yang artinya saling menghalalkan. Tetapi halal bihalal ini sendiri di Arab tidak ada.

Halal bihalal ini ciri khas orang Indonesia. Tradisi yang melekat di masyarakat sejak lama. Tradisi yang dilakukan setelah beberapa hari Idulfitri. 

Menurut ustadz, halal bihalal ini penting dilakukan. Mengingat selama Ramadan atau justru sebelumnya, kita tidak luput melakukan salah dengan sesama umat manusia. Sesuatu yang diharamkan dalam ajaran agama.

Halal bihalal inilah yang lantas menghalalkan sesuatu yang haram tadi. Caranya, ya dengan bermaaf-maafan dengan saling mengikhlasan sehingga hati kembali fitri atau suci sebagaimana makna idulfitri itu sendiri.

Bagaimanapun kita tidak akan pernah luput dari salah dan dosa. Ini sudah melekat dalam diri kita. Tinggal bagaimana kita mengendalikan diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan salah dan dosa.

Sebagaimana firman Allah, "Dan (demi) jiwa dan penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS Asy-Syams 91: 7-10).

Dari ayat ini, Allah menyampaikan di dalam diri kita diliputi dengan kefasikan dan ketakwaan. Ini sudah satu paket. Nah, kita condong ke mana. Kefasikan atau ketakwaan? 

Orang yang memilih ketakwaan dikatakan Allah sangat beruntung, sementara yang mengotori ketakwaan itu termasuk orang yang merugi. 

Berbuat salah adalah tabiat manusia. Kita ini siapa? Nabi-nabi saja pernah berbuat salah. 

Nabi Adam, misalnya, yang memakan buah khuldi. Adam dan Hawa terbujuk rayu oleh godaan Iblis. Allah pun mengeluarkan Nabi Adam dan Hawa dari surga untuk tinggal di bumi.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Atau Nabi Yunus. Allah memerintahkan Nabi Yunus untuk berdakwah, tapi sebelum Allah memintanya berhenti, Nabi Yunus menghentikan dakwahnya.

Nabi Yunus tidak sabaran menghadapi kaumnya yang belum juga mau bertakwa. Lantas ia pergi meninggalkan kaumnya begitu saja tanpa ada perintah dari Allah. Sebagai hukuman, Nabi Yunus pun dimakan ikan raksasa.

Begitu pula dengan Nabi Musa yang mendorong dada orang Qibthi sehingga terjatuh dan mati seketika. 

Bagaimana dengan Nabi Muhammad? Ternyata Nabi juga pernah bermuka masam ketika ada orang buta mendatanginya. 

Nabi mengabaikan kedatangan orang buta ini. Padahal ia minta diajarkan mengenai Islam dan mengucapkannya sampai berkali-kali.

Tetapi Nabi lebih mengutamakan para pembesar bani Quraisy. Dalam pikiran Nabi jika para pembesar ini mau beriman dan bertakwa, maka kaumnya juga akan turut beriman.

Allah lantas menegur Nabi Muhammad dengan menurunkan surat 'Abasa (80) ayat 1-10.

Artinya, 1. "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, 2. karena telah datang seorang buta kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). 3. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)

4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran yang memberi manfaat kepadanya? 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), 6. maka engkau (Muhammad) melayaninya. 

7. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). 8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), 9. Sedangkan ia takut kepada (Allah), 10. engkau malah mengabaikannya."

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Para Nabi saja tidak luput dari salah, apalagi kita manusia biasa. 

Di antara seruan untuk berbuat baik di antaranya dengan tetangga. Tetangga adalah sosok yang paling berbeda. Karena Malaikat Jibril sering mengunjungi Nabi, mengingatkan Nabi untuk memuliakan tetangga.

Saking pentingnya memuliakan tetangga, malaikat Jibril pun sering berpesan kepada Rasulullah tentang tetangga. 

Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Jibril terus-menerus berpesan kepadaku tentang tetangga, hingga aku menduga bahwasanya ia akan memberikan hak waris kepada tetangga. (HR. Muslim)

Adanya tetangga juga menjadi ukuran ketakwaan kita. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,  "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya." (HR. al Bukhari dan Muslim)

Memuliakan tetangganya bisa dengan saling bersilaturahmi, saling menolong, memberikan hadiah, menjenguk yang sakit, mengucapkan salam, memaafkan kesalahannya dan lain sebagainya. 

"Kita akan masuk neraka kalau kita makan dengan kenyang sementra tetangga kita yang miskin kelaparan," katanya. 

Dalam satu kesempatan, ada sahabat yang bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad. "Sesungguhnya Fulanah melakukan ibadah malam dengan rutin, ia juga bersedekah, tapi ia menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya." 

Rasul pun kemudian menjawab, "Ia tak punya kebaikan sama sekali. Dia termasuk ahli neraka."

Siti Aisyah juga pernah bertanya kepada Nabi mengenai seseorang yang rajin ibadah tetapi suka mengganggu tetangga. "Di mana tempatnya wahai Nabi?" Nabi menjawab, "neraka".

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Kelak di akhirat tetangga akan mengadu kepada Allah atas perbuatan yang menyakiti hatinya. Dan, tetangga itu meminta keadilan kepada Allah.

Sebagaimana Rasulullah bersabda: "Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan orang yang bangkrut?". Sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda". 

Ternyata bukan itu.  Nabi bersabda, "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku datang di hari kiamat membawa salat, puasa dan zakat. Dia datang pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. 

Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini diberikan pula amal baiknya. Bila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka diambil kesalahan orang itu tadi lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka. (HR. Muslim).

"Itu sebabnya kita perlu mengadakan halal bihalal karena kita tidak tahu kesalahan yang sudah kita perbuat dengan tetangga. Kita selesaikan urusan-urusan kita dengan tetangga. Jangan sampai terbawa di akhirat," kata Ustadz mengingatkan. 

Begitu pula kesalahan yang sudah kita lakukan terhadap orang tua, saudara kandung, kerabat, keluarga, kawan-kawan, yang juga harus kita bereskan. 

Semoga Allah jadikan kita tetangga yang baik, dan Allah karuniakan kita tetangga dan lingkungan yang baik pula.

Setelah tausyiah dilanjutkan dengan halal bihalal dan santap siang.

Demikian, semoga bermanfaat.

Wallahu'alam bisshowab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun