Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Guru

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Matematika

26 April 2022   10:11 Diperbarui: 26 April 2022   11:12 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"In mathematics, the art of proposing a question must be held of higher value than solving it."

Georg Cantor (1845-1918)

Matematika itu universal, seperti halnya film dan musik, begitu menurut Frank Capra. Ia adalah aktor berkebangsaan Amerika yang berdarah Italia. Film terakhir yang ia perankan tahun 1961, Pocketful of Miracles, 10 tahun sebelum penulis lahir.

Matematika itu seindah seni. Dan layaknya seni, kita setidaknya akan terbagi dua: seniman dan penikmat seni. Saya berada di lapis terbawah dasar piramida penikmat seni yang bernama matematika tersebut. Namun, meski demikian, bersyukur sekali saat masih bisa tergetar saat menafakuri kata-kata Geog Cantor, matematikawan asal Jerman yang mempopulerkan teori himpunan bahwa seni mengajukan sebuah pertanyaan mestinya dinilai lebih tinggi daripada seni dalam penyelesaiannya.

Kata-kata ini, meski dari perspektif yang berbeda, dinyatakan oleh Sokrates bahwa memahami sebuah pertanyaan adalah setengah dari sebuah jawaban. Sebuah pepatah lawas dengan tepat menasehatkan kepada kita bahwa pertanyaan yang salah akan membawa kepada jawaban yang salah. Lebih jauh lagi, fisikawan Richard Feynman menandaskan bahwa baginya pertanyaan yang tidak (atau belum) berjawab jauh lebih ia sukai daripada jawaban yang tidak bisa dipertanyakan. Kesemua kutipan tadi mengukuhkan posisi kita, manusia, sebagai makhluk yang bertanya.

Soal Ujian Matematika yang Menjadi Viral

Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah berita di sebuah media online, sebuah berita yang dirilis tahun 2018. Ternyata empat tahun lalu berita ini sempat viral di media internasional. Kompas menurunkan liputannya dengan judul Soal Ujian Matematika Kelas V SD di China Ini Dianggap Tak Masuk Akal. Soal yang dimaksud dalam berita tersebut bunyinya seperti ini: Jika sebuah kapal berisi 26 domba dan 10 kambing, berapakah usia nakhoda kapal tersebut?

Terlepas dari hebohnya dunia maya, jawaban dari para siswa pun tak kalah menariknya. "Kapten kapal setidaknya harus berusia 18 tahun karena anak di bawah umur tidak diperbolehkan untuk mengoperasikan sebuah kapal," jawab salah satu siswa.

Siswa lainnya menjawab dengan sedikit lucu. "Kapten kapal berusia 36 tahun karena dia orang yang narsis dan membawa hewan ternak yang sesuai dengan usianya," jawab siswa itu.

Dari Weibo, jejaring sosial mirip Facebook di China, salah satu penggunanya sebagaimana dikutip BBC news article menawarkan jawaban yang bersifat deduktif berikut ini:

"Total berat 26 domba dan 10 kambing adalah 7.700 kg, berdasarkan rata-rata berat masing-masing hewan tersebut," komentar seorang  pengguna Weibo.

"Di Cina, jika Anda menakhodai sebuah kapal yang bermuatan lebih dari 5.000 kg maka Anda perlu memiliki surat izin mengemudi selama 5 tahunan.  Usia minumum untuk mendapatkan surat izin mengemudi kapal adalah 23, jadi usia si nakhoda setidaknya 28."  

Saya mohon pembaca mengabaikan berat masing-masing domba dan kambing yang mencapai 2 kwital lebih. Juga, saat saya coba ikuti penjelasan dari matematikawan Presh Talwalkar di kanal youtubenya, setelah dicek di WolframAlpha ternyata beratnya 7.700 pounds, bukan kilogram, jadi sekitar 3.470 kg. Tetap saja pembaca harus mengabaikan dulu berat domba dan kambing yang rata-rata 96,3 kg, mengingat di Indonesia rata-rata beratnya antara 15-33 kg.

Talwalkar dalam laman pribadinya Mind Your Decisions menyebutkan bahwa pertanyaan tersebut lebih cocok untuk cerita dektekif. Bila pertanyaan ini bagian dari sebuah kisah Sherlock Holmes, kita tentu akan menikmati lompatan-lompatan dalam logika untuk mendeduksi sebuah jawaban. Misalnya, dalam The Hound of the Baskervilles, Sherlock Holmes menghadapi pertanyaan berikut: seorang pria meninggalkan sebuah tongkat. Berapa usia dan apa pekerjaannya?

Sherlock Holmes dengan luar biasanya berhasil melakukan deduksi bahwa pria tersebut berusia di awah 30 tahunan, soerang dokter keluarga, dan merupakan pemilik anjing. Dan semua itu didapatkan dari  bekas tanda di tongkat dan penampilan fisik si pria tersebut.

Talwalkar menyimpulkan bahwa nampaknya ada sesuatu tentang pendidikan matematika sehingga para siswa tidak menalar pertanyaan tersebut secara kritis. Mereka kira masalah tersebut mestilah memiliki sebuah jawaban dari operasi-operasi aritmetis. "Untuk sebuah pertanyaan yang absurd, jawaban yang tepat adalah 'tidak ada cukup informasi'," tulis Talwalkar.

Tidak Ada yang Baru di Kolong Langit Ini

Tom Chi, pendiri Google X dan Prototype Thinking, yang saya singgung dalam dua tulisan lainnya (Tiga Nasehat dari Semesta & Amadeus) menawarkan konsep saling keterhubungan antar kita---terutama dalam pikiran dan gagasan---yang ia sebut sebagai The Pallete of Being (Palet Keberadaan). Piano, misalnya, ia ditemukan pada saat semua teknologi dan pengetahuan yang menjadi pendahuluan kelahirannya ada dalam palet keberadaan di semesta ini. Tidak ada yang mandiri dalam semesta ini. Semuanya terhubung dan saling menguatkan. Isaac Newton dalam suratnya kepada Robert Hooke pada tahun 1675, menyatakan bahwa jika ia dapat melihat lebih jauh itu semua karena ia bediri di atas bahu para Raksasa. Para raksasa itu tentulah para ilmuwan sebelumnya yang telah meletakkan dasar-dasar pengetahuan, atau warna bila dalam palet keberadaan-nya Tom Chi.  

Soal matematika yang pada tahun 2018 lalu diberikan di Cina dan kemudian viral mendunia ternyata menurut Benjamin Dickman dari Pendidikan Matematika universitas Columbia soal ini relatif terkenal di kalangan peneliti pendidikan matematika. Para peneliti Prancis telah memberikan soal ini pada tahun 1979 yang diberikan kepada siswa kelas 1 dan 2. Tidak sampai di situ saja, kejutan lainnya diberikan oleh Dickman sebagaimana di kutip dari Wikipedia dengan judul Age of the Captain ternyata pertanyaan serupa telah diajukan oleh Gustave Flaubert, seorang novelis dalam suratnya kepada sang adik, Caroline pada tahun 1841. Caroline saat itu tengah menuntut ilmu matematika khususnya geometri dan trigonometri. Bila para peniliti Prancis mengajukan pertanyaan tadi 39 tahun lalu, maka Flaubert menggoda adiknya dengan pertanyaan senada 177 tahun lalu.

Matematika dan Ramadan

Sebuah hadits yang sangat populer melalui Abu Hurairah tentang Ramadan menyatakan bahwa barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan instrospeksi diri, maka semua dosanya yang telah lalu akan diampuni. Saya menggaris bawahi kata ihtisab yang seakar dengan kata hisab. Matematika dalam bahasa Arab adalah riyadhiyyat dan 'ilmul-hisab. Matematika secara kebahasaan Arab mengisyaratkan kepada latihan, praktif bernalar dan perhitungan.

Ramadan adalah bulan latihan. Melatih kepekaan diri dan kepekaan kepada sesama. Ramadan juga adalah bulan ihtisab (introspeksi), yaitu menakar dan menalar posisi diri. Sebuah bulan tirakat yang di dalamnya terdapat Laylatul Qadar---yang kita meraihnya---akan setara dengan seribu bulan bila kita tempuh dalam perubahan menuju kebaikan. Secara matematis, bila setiap kesalahan terhapus oleh satu kebaikan, sementara satu kebaikan bisa berkali lipat kebaikan lainnya, maka semua kesalahan pada akhirnya akan habis terhapus oleh kabaikan. Bukan sebatas habis terhapusnya dosa-dosa saja, kebaikan pun akan bersisa dan bertambah. Inilah kemenangan atau najah yang diisyaratkan merupakan khasiat dari puluhan terakhir Ramadan---dimana Laylatul Qadar bersemayam. Dan inilah barangkali yang dimaksud dengan ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi yakni diampuninya apa-apa yang telah lalu dari dosanya.

Matematis juga, bukan?   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun