Refleksi Ramadan: Mengukur Efek Takwa
Takwa bukan imajinatif. Takwa itu riil dan dapat dicermarti berdasar indikasi baik secara jiwa maupun raga. Profil ketaqwaan seseorang dapat dilihat dari ucapan, perilaku dan tindakan. Mencapai profil ketakwaan yang ideal perlu proses panjang. Salah satunya adalah puasa Ramadan.
Mengingat puasa Ramadan adalah proses yang panjang, maka pasti ada hal istimewa yang ingin diraih. Visi ritual puasa Ramadan adalah berubahnya orang yang baru beriman menjadi orang yang bertakwa. Dengan kata lain puasa Ramadan harus memunculkan "efek takwa" bagi pelakunya. Menurut Agus Mustofa ada 7 parameter yang dapat digunakan untuk mengukur efek takwa setelah menjalankan puasa Ramadan.
1. Badan lebih sehat
Organ tubuh kita pada siang hari selama satu bulan dapat beristirahat total. Hal ini berdampak pada proses penggelontoran racun yang ada di dalam tubuh berjalan relatif sempurna. Proses ini akan membawa dampak kesehatan fisik yang lebih baik.
2. Emosi lebih rendah
Berpuasa memang tidak hanya mengendalikan diri dari makan dan minum, namun juga melatih emosi. Emosi merupakan perwujudan ego seseorang. Maka puasa yang baik adalah puasa yang mampu mengendalikan emosi seperti marah, iri, dengki, dendam,dll.
3. Pikiran lebih jernih
Efek takwa juga dapat dilihat dari kejernihan berpikir setelah menjalankan puasa. Berpikir jernih adalah berpikir untuk membuat orang lain bahagia dengan ucapan, sikap dan tindakan kita. Sebaliknya tidak mungkin takwa seseorang meningkat, pikirannya selalu kotor.
4. Sikap lebih bijaksana
Sikap bijaksana akan ada pada diri seseorang apabila orang tersebut dapat berpikir jernih. Oleh sebab itu kemampuan seseorang berpikir jernih biasanya akan diikuti oleh sikap yang lebih bijaksana. Sikap ini menjadi salah satu efek takwa yang diperoleh setelah seseorang melakukan puasa. Sikap bijaksana merupakan sikap yang tidak ingin semena-mena. Sebab sikap semena-mena merupakan salah satu ekspresi nafsu (sifat egois yang berlebihan) yang dimiliki seseorang.
5. Hati lebih lembut dan peka
Puasa juga mempunyai efek munculnya sikap dengan kelembutan dan kepekaan hati. Sebab puasa merupakan proses pengendalian diri agar tidak takabur, tinggi hati dan mempunyai kepekaan terhadap sesama. Maka salah satu parameter keberhasilan puasa adalah proses metamorphosis hati yang keras menjadi lembut serta mempunyai kepekaan terhadap sesama.
6. Ibadahnya lebih bermakna
Puasa yang dijalankan selama satu bulan mengajarkan agar orang yang beriman dapat menikmati ibadah yang fungsional. Ibadah yang dapat melahirkan kemanfaatan ucapan, perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian puasa melatih pelakunya agar tidak terjebak pada pelaksanaan ibadah yang ritual semata.
7. Lebih tenang dalam menjalani hidup
Puasa juga melatih agar orang beriman dapat lebih tenang dalam menjalani hidup. Pasang surutnya kehidupan yang mesti diterima, dijalani dengan kesadaran penuh bahwa semua itu adalah perjalanan hidup yang harus dijalani. Kesulitan hidup yang dihadapi juga dijalani dengan kesadaran bahwa dibalik kesulitan akan ada jalan keluar yang diberikan.
Tujuh parameter tersebut apabila ditarik kesimpulan bahwa puasa bukanlah ibadah ritual semata, namun prosesi ritual yang dijalankan agar bisa melahirkan bias ketakwaan yang fungsional. Semoga bermanfaat. Mohon maaf atas segala kesalahan.
(Sumber: Agus Mustofa. 2004. Untuk Apa Berpuasa.Padma Press.Surabaya.)