Muhamad Jalil
Muhamad Jalil Dosen

Write what you do

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Korupsi, Tirakat, dan Ulat

16 Mei 2018   20:39 Diperbarui: 16 Mei 2018   21:35 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korupsi, Tirakat, dan Ulat
5-f7653dc4dfe57a6e3539477a3fa5f431-5afc432216835f786d5e9892.jpeg

Korupsi di negeri ini seolah tidak pernah habis. Satu Koruptor tertangkap KPK, muncul lagi kasus korupsi baru. Hari-hari pemberitaan di televisi sudah dipastikan tidak akan pernah luput dari isu korupsi. 

Terdakwanya beragam dari tokoh partai politik, anggota dewan, pejabat daerah hingga pusat. Rakyat yang disuguhi dagelan korupsi saban hari menjadi jengah terhadap tingkah polah para koruptur. 

Mereka adalah pejabat negara yang mestinya bisa memberikan uswah yang baik bagi rakyat, bagaimana seharusnya uang negara dibelanjakan untuk kepentingan rakyat. Bukan malah sebaliknya, memanfaatkan harta negara untuk menumpuk kekayaan pribadi yang jelas-jelas merugikan rakyat jelata.

Ada diktum populer "Ingat pencurian bukan karena ada niat namun karena ada kesempatan". Ungkapan Bang Napi itu ada benarnya, korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara tidak selamanya karena niat dalam hati, namun karena ada kesempatan yang terbuka lebar. 

Kesempatan duduk di kursi pemerintahan seringkali orang tergelincir pada pusaran korupsi, karena ia merasa memiliki wewenang dalam mengendalikan kebijakan strategis pemerintahan. 

Kesempatan ilmu juga termasuk alasan mengapa pejabat negara seringkali terlibat korupsi. Kebiasaan bersentuhan dengan hukum membuat mereka paham akan celah hukum. 

Kelihaian bersilat lidah merupakan senjata bagi koruptor untuk berkelit di hadapan pengadilan dan akhirnya bisa lolos dari jeratan hukum. Jadi kesempatan pada intinya dapat membolak-balikkan hati manusia, yang awalnya tidak ada niat apapun, jadi timbul niat untuk melakukan kejahatan.

Hati Sakit

Tindakan korupsi tatkala adanya kesempatan dikarenakan hati yang sakit (Ibnu Qayyim, 2005: 5). Orang demikian terdapat iman kepada Tuhan YME walaupun naik turun. 

Di sisi yang lain termuat rasa senang dengan syahwat, mendahulukan hawa nafsu, dan berbuat kerusakan di muka bumi (korupsi) dengan menjadi pemimpin. Penjelasan itu menggambarkan bahwa perbuatan korupsi oleh para pejabat negara disebabkan mengikuti hasrat yang dikendalikan hati yang sakit akibat menurunnya iman. Hati yang sakit sangat mudah didikte oleh nafsu jahat seperti korupsi yang sumbernya jelas-jelas dari bujuk rayu setan.

Korupsi sebagai penyakit hati perlu ditangkal sehingga tidak menimbulkan kerugian negara dan kelumpuhan negara. Upaya untuk menangkal korupsi secara individu adalah dengan instrumen puasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun