Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Wiraswasta

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pose Telanjang Demi Aksi Solidaritas Ala Film "Calendar Girls"

9 Mei 2020   09:45 Diperbarui: 9 Mei 2020   09:41 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose Telanjang Demi Aksi Solidaritas Ala Film "Calendar Girls"
Poster dari amazon.co.uk

Di sebuah kota kecil di pinggiran Inggris, tinggallah Chris Harper (Helen Mirren), seorang warga biasa yang memutuskan bergabung di sebuah perkumpulan wanita - Women Institute untuk mengisi waktu luang. Sebetulnya, perkumpulan ini tak ubahnya ibu PKK kalau di Indonesia.

Berbagai macam kegiatan mereka lakukan. Umumnya kegitan amal yang berdampak bagi masyarakat sekitar termasuk para anggotanya. Dan, karena penduduk di sana tak banyak, tak heran jika mereka akrab satu sama lain. Terlepas dari motivasi untuk bermanfaat terhadap sesama, ibu-ibu ini juga sebetulnya rajin datang demi bisa berkumpul, bertukar kabar sembari menularkan keceriaan satu sama lain.

Poster dari situs wikipedia
Poster dari situs wikipedia

Chris cukup akrab dengan Annie (Julie Walters) dan turut merasakan kesedihan yang sama saat John Clarke (John Alderton) harus dirawat di rumah sakit dikarenakan leukimia. John pada akhirnya meninggal dunia. Namun, saat John masih dirawat, Chris sudah kepikiran untuk melakukan penggalangan dana untuk kenyamanan rumah sakit tempat John dan pasien lain dirawat. Terutama untuk pembelian sofa.

Sebagai ketua geng yang memang nyeleneh, berbekal temuan sebuah kalender bekas di sebuah bengkel, Chris lantas menyampaikan sebuah ide kepada sahabat-sahabatnya.

"Bagaimana kalau kita bikin kalender seperti ini dan menjualnya. Pasti laku!" ujarnya sembari memperlihatkan kalender bergambar wanita telanjang yang ia dapatkan.

"Mau bayar pakai apa? Model seperti itu pasti bayarannya mahal," ujar lainnya.

Mendengar itu Chris berfikir keras. "hei, bagaimana kalau kita saja yang menjadi modelnya!"

Rapat kecil itu langsung heboh. Tapi, ternyata beberapa anggota perkumpulan lain berminat untuk mengerjakan projek ini. Bayangan, "emang siapa yang mau beli kalender berisi nenek-nenek telanjang," mereka kubur dalam-dalam sembari berharap kalendernya akan laku dan tujuan mereka mengumpulkan dana tercapai.

Dengan adanya model, projek ini tak lantas berjalan mudah. Ide Chris ditentang oleh ketua perkumpulan. Namun, bukan Chris namanya jika tak dapat mengatasi hal itu. Kesulitan-kesulitan lain dalam menjalankan projek seperti mencari fotografer, menentukan tema hingga proses cetak dan penjualan ditampilkan dengan cukup dinamis di film ini.

Aksi kocak saat pengambilan foto berlangsung. Sumber Mubi.
Aksi kocak saat pengambilan foto berlangsung. Sumber Mubi.

Voila! Kalendernya meledak di pasaran. Mereka bahkan mendadak terkenal yang mana saat berada di tempat umum, orang akan dengan mudah menyebut mereka, "hei kamu model yang ada di bulan Juni, kan?" dst.

Permasalahan lain muncul di masing-masing keluarga pasca tenarnya mereka sebagai model kalender. Aksi solidaritas ini ternyata membawa efek buruk ke pasangan masing-masing. Beberapa dari mereka hubungan antarkeluarganya mulai renggang dan bermasalah.

Belum lagi, ada dilema personal, keluarga dan sosial yang mengiringi langkah mereka pasca aksi solidaritas yang tak biasa ini. Nah, hal inilah yang menjadikan film ini spesial takkala mereka ketenaran yang mereka dapatkan ternyatamulai membiaskan mereka dari tujuan awal: membeli sofa untuk rumah sakit. Mampu kah mereka keluar dari kegamangan-kegamangan yang terjadi pasca aksi solidaritas tersebut?

Film yang digarap oleh Nigel Cole ini dibuat berdasarkan kejadian nyata yang benar-benar terjadi. Sekilas, dari judul dan poster filmnya saja, terkesan ini film semi-bokep yang mengedepankan keterlanjangan untuk menarik minat penonton. Padahal, filmnya sama sekali tak begitu. Walaupun masuk dalam genre komedi, aksi lucu yang dilakukan pemainnya sangat natural karena terbantu dengan dialognya yang apa adanya.

Nenek-nenek mulai berpose. Sumber https://angiegreaves.com/
Nenek-nenek mulai berpose. Sumber https://angiegreaves.com/

Mereka nggak sepenuhnya telanjang. Sumber https://allmoviesilike.wordpress.com/
Mereka nggak sepenuhnya telanjang. Sumber https://allmoviesilike.wordpress.com/

Secara ya, yang main Helen Mirren yang sudah meraih beberapa nominasi aktris terbaik (utama & pendukung) yang bahkan sudah memenangkan salah satu diantaranya melalui perannya di film The Queen. Julie Walters juga bukan pemain sembarangan. Aktris senior yang berperan sebagai Mrs.Weasley di Harry Potter series ini juga sudah beberapa kali memperoleh nominasi di Oscar dan sudah memenangkan satu piala di Golden Globes melalui film Educating Rita. Jadi, kecil kemungkinan kedua aktor kawakan ini memilih film sembarangan (er, walau Helen Mirren pernah "terjebak" main di film Caligula, dulu).

Walaupun film ini tak begitu mentereng, namun Calendar Girls berhasil unjuk gigi di beberapa festival film seperti Empire Awards, Tokyo International Film Festival, British Independent Film Awards, European Film Awards dan bahkan di Golden Globes. Secara pendapatan, film berbudget 10 juta dolar ini juga berhasil meraih keuntungan berkali-kali lipat dengan mengukuhkan laba bersih 96,5 juta dolar.

Satu hal lain yang saya suka ialah sinematografinya. Saat nonton, saya sangat dimanjakan dengan suasana perdesaan dengan kontur perbukitan yang ternyata dilakukan di desa bernama Kettlewell yang berada di North Yorkshire. Film yang terinspirasi dari kisah nyata kematian suami Angela Baker --John Richard Baker, yang merupakan salah satu petinggi Yorkshire Dales National Park ini memang menarik untuk disimak.

Desa Kettlewell yang indah. Sumber dalesdiscoveries
Desa Kettlewell yang indah. Sumber dalesdiscoveries

Dari ide-ide liar Chris, sedikit banyak saya belajar bahwa tak ada batasan untuk melakukan aksi solidaritas penggalangan dana walaupun tentu harus disesuaikan dengan norma masyarakat sekitar. Jangan salah, kita yang senantiasa menganggap kehidupan di barat itu bebas ternyata aslinya nggak begitu juga sebagaimana dilema yang dihadapi Chris di film ini.

Yang jelas ada banyak cara untuk melakukan gerakan aksi yang bermanfaat untuk sesama, bukan? Tinggal mau atau tidak melakukannya.

Dok. KOMPAL
Dok. KOMPAL

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun