Endro S Efendi
Endro S Efendi Penulis

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Berbuka dengan yang Manis, Korban Iklan atau Hadits?

21 Mei 2019   08:03 Diperbarui: 21 Mei 2019   08:04 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbuka dengan yang Manis, Korban Iklan atau Hadits?
resepmakanan.id

"Berbukalah dengan yang manis..." ungkapan itu seolah sudah mendarah-daging di Indonesia setiap kali Ramadan tiba. Entah sejak kapan. Namun yang pasti, ungkapan itu populer sejak ada iklan produk di televisi. Karena terus menerus diulang-ulang, akhirnya kalimat itu mendarat dengan tepat di pikiran bawah sadar setiap individu dan menjadi program yang berjalan otomatis.

Akibat program di pikiran bawah sadar itulah, setiap berbuka puasa, otomatis mencari minuman atau makanan yang manis. Bahkan ada yang merasa kurang pas atau kurang nyaman jika belum mengonsumsi yang manis-manis. Lantas, benarkah ada ketentuan mengenai hal ini, atau murni hanya hasil kerja iklan?

Nyatanya, sama sekali tidak ada hadits yang berbunyi "berbukalah dengan yang manis". Bahkan tidak ada sama sekali yang mendekati makna itu. Baik dalam kitab hadits maupun kitab fiqih. Tidak ada sama sekali. Yang sangat disayangkan, sesekali ungkapan disebarkan seolah menjadi sebuah hadits oleh sebagian da'i dan atau selebritas yang beranggapan ini sebagai hadits.

Sesuai sunnah, urutan berbuka puasa adalah dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada dengan tamr (kurma kering), apabila tidak ada maka dengan meneguk air putih.

Hal ini sesuai dengan hadits, dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, beliau berkata,

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air" (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih)

Memang kurma (baik ruthab maupun tamr) adalah jenis makanan manis, akan tetapi urutan setelahnya adalah air putih yang tidak terasa manis. Ini dalil bahwa tidak ada sunnah berbuka dengan yang manis-manis. Memang ada pendapat ulama yang menyatakan demikian, tetapi pendapat ini lemah dan tidak sesuai dengan hadits, karena patokan utama kita adalah Al-Quran dan hadits.

An-Nawawi dan Ar-Rafi'i berpendapat:

"Tidak ada yang lebih utama setelah kurma selain air putih. Adapun pendapat Ar-Rauyani bahwa yang manis lebih utama dari air, maka ini adalah pendapat yang lemah." [Fathul Mu'in, Bab Shaum, Hal. 92]

Adapun minuman dingin dan manis memang merupakan minuman yang disukai Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam, akan tetapi ini bisa diminum kapan saja waktunya. Bukan sunnah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun