Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Guru

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Munggahan

2 April 2022   09:31 Diperbarui: 2 April 2022   16:18 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Munggahan
Karya Tim Kreatif OSIS SMA Plus Al-Wahid

Kita menyebutnya Ramadan. Saat ia menghampiri, ia senantiasa menebarkan rona-rona kebahagiaan. Ada sebentuk kegembiraan yang terkadang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Bahkan saya bisa mencium aroma khas Ramadan. Bila beberapa orang bisa melihat warna dari sebuah suara, melihat bentuk dari sebuah suara---yang mana secara ilmiah gejala ini disebut synesthesia, maka saya bisa mencium aroma dari suara atau suasana. Terdengar aneh. Namun, saya sangat yakin saya tidak sendirian dalam hal ini.   

Suasana kampung yang biasanya sepi tiba-tiba berubah menjadi penuh kemeriahan. Malam-malam jadi lebih hidup dan panjang. Menu makanan dan penganan yang relatif berbeda dari kesebelas bulan lainnya bergantian singgah di meja makan. Dan tentu saja, kurma menjadi menu endemik Ramadan. Untuk anak kampung, seperti saya, yang dibesarkan dengan tanpa penerangan listrik, malam-malam Ramadan saat itu merupakan malam-malam yang meriah, bertaburkan obor-obor bambu di setiap halaman rumah warga. Saat SMP dulu, di perpustakaan sekolah saya menemukan sebuah novel berjilid lusuh dengan judul Seribu Kunang-Kunang di Manhattan karya Umar Kayam. Dengan naif saya memvisualisasikan judul novel tersebut layaknya suasana malam-malam Ramadan di kampung tempat saya bertumbuh.  

 

Pesan dalam Tiga Tradisi Jelang Ramadan

Selain tradisi munggahan, sebenarnya jelang tibanya bulan Ramadan terdapat beberapa tradisi dalam budaya Sunda di antaranya kuramasan (keramas) dan nyekar atau nadran (ziarah kubur).

Saat kecil dulu, saya sempat menjalani ketiga ritual jelang Bulan Puasa ini. Biasanya bersama-sama dengan warga kampung. Untuk munggahan kita makan besar bersama keluarga. Untuk nyekar atau nadran kita bersih-bersih lokasi pemakaman warga. Dan untuk kuramasan, ini yang agak sedikit sensasional. Beberapa tentangga saya melalukan keramasnya dengan cukup demonstratif: berenang di kolam besar dan mengambil posisi terlentang dengan bertahan pada keseimbangan badan agar tetap berada di permukaan air kolam. Posisi berenang seperti ini di kampung saya disebutnya sebagai silanglang. Rekaman peristiwa-peristiwa tersebut secara filmis tergambar dalam ingatan.

Lalu, adakah dan apakah pesan yang terkemas dalam tiga tradisi di atas?

Tulisan kecil ini ingin mengajak pembacanya untuk belajar membaca pesan yang dengan begitu apik dikemas dalam bentuk tradisi. Secara hirarkis saya mengurut ketiganya berdasarkan pesan atau makna kandungannya sebagai berikut: kuramasan, nyekar atau nadran dan munggahan.

Pertama, kuramasan atau keramas yaitu mandi besar yang disimbolkan dengan mencuci rambut. Keramas dan mandi besar mengisyaratkan kepada pensucian diri, introspeksi dan upaya penghapusan segala noda. Lalu, sebagaimana disebutkan sebelum ini,  ada istilah silanglangKata silanglang sendiri berasal dari akar kata langlang yang dalam bahasa Sunda artinya meronda, melakukan inspeksi atau menjelajah. Maksudnya, setelah kita menemukan diri berlumur noda maka kita mencari orang yang dapat membantu kita menghilangkannya. Dari makna silanglang kita menjumpai tradisi turunannya yaitu permohonan maaf atas segala kekhilafan sebelum memasuki bula suci Ramadan.

Uniknya kata kuramasan memiliki kedekatan bunyi dengan karumasaan (pengakuan salah). Kuramasan dengan demikian bisa disebutkan sebagai simbolisasi dari rasa kebersalahan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun