Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Penulis

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Koleksi Jersey, Antara Hobi dan Investasi

5 Mei 2021   16:55 Diperbarui: 6 Mei 2021   01:45 4683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Jersey, Antara Hobi dan Investasi
Koleksi jersey home Si Merah (Dokuementasi pribadi)

Setelah sebelumnya saya hobi mengoleksi kaset, tahun 2006 mulai keranjingan hobi koleksi lagi. Kali ini jersey alias seragam sepak bola. Yang ini rada-rada "mengerikan" soal jumlah duit yang harus dikeluarkannya. 

Selembar jersey baru, saat itu dihargai 500 ribuan. Mau beli satu pun mikirnya banyak, nggak kayak beli kaset yang hanya puluhan ribu saja.

Karena sudah lama jadi penggemar Liverpool, jersey pertama yang dibeli tentu saja jersey-nya The Reds yang saat itu masih diperkuat Steven Gerrard. Karena satu-satunya, jadi sering dipake dan cepet rusak, terutama bagian sponsornya yang hanya tempelan polyflex tipis.

Jersey kedua baru beli lagi tahun 2010. Ini yang gawat. Soalnya saya sudah punya penghasilan tetap dan bahkan punya kartu kredit. Godaan untuk menggesek kartu atau mengetikkan nomornya di situs jual beli online sangat kuat. Sampai akhirnya terseret ikutan nawar barang lelangan di situs ebay.

Gara-gara itu, koleksi jersey Liverpool saya melonjak. Dari dua jadi puluhan. Saya mulai membeli jersey-jersey Liverpool klasik, meskipun tentu saja itu bekas dan beberapa memiliki kondisi yang cukup parah. Namanya lelang, kadang dapat barang bagus harga murah, kadang sebaliknya. Selain itu, juga beberapa kali tertipu dengan barang yang tak asli.

Selain di ebay, saya juga mulai masuk forum-forum jual beli jersey. Cukup banyak saya mendapatkan koleksi dari situ. Harganya pun lebih masuk akal karena ongkos kirimnya yang lebih murah. Tapi ada juga bahayanya, ditipu orang. Dua kali saya mengalaminya, mengirimkan uang, barangnya tak pernah dikirim.

Tapi dari situ saya mulai beralih dari pembeli menjadi penjual juga. Acara 'jemur baju' (memamerkan koleksi) di forum itu menjadi pintu masuknya. Beberapa orang tertarik dengan koleksi saya. Ada yang nanya-nyanya dulu, ada yang langsung nembak dengan angka tertentu.

Ada satu jersey yang saya beli di ebay seharga 300 ribuan, ditawar 800 ribu. Tanpa pikir panjang, saya langsung melepasnya. Untung memang dikantongi, tapi belakangan saya menyesal. Barang itu ternyata cukup langka. Kalaupun saya lepas di atas 1 juta, masih banyak yang berani. 

Bukan itu saja, saya pun kesulitan mendapatkan penggantinya. Lima tahun baru dapat lagi, itupun kondisinya tak sebagus yang saya lepas.

Ternyata koleksi sambil jual beli itu mengasyikkan. Saya mulai membeli juga jersey-jersey klub lain di ebay dengan tujuan untuk dijual lagi. Tahun 2013-2016 adalah masa-masa kejayaan bisnis itu. 

Saya sampai punya pegawai, mahasiswa saya yang juga suka bola. Ia mengelola warung online di medsos dan saya berburu barangnya. Dalam sebulan bisa terjual 5-15 jersey.

Keuntungannya lumayan. Satu jersey setipis-tipisnya untuk 100 ribuan. Ada jersey tertentu yang bahkan bisa untung 5 kali lipat dari harga belinya. Saya beli jersey AS Roma tahun 1998 seharga 200 ribuan, dilepas 1,2 juta, padahal kondisinya tak bagus-bagus amat. Tapi, ya memang langka.

Sambil berjualan, koleksi pribadi saya juga makin lengkap. Kalau dapat jersey yang belum saya punya, saya akan menahannya dulu. Saya tak menjualnya sampai dapat barang yang sama. Tapi itu khusus yang Liverpool. Kalau klub lain, datang, ditawar, harga cocok, lepas.

Dalam dunia jersey, jersey asli ada 'kasta'-nya juga. Ada yang disebut dengan player issues (disebut PI, punya spesifikasi yang sama dengan yang digunakan pemain, dan bahannya lebih bagus), replica (dijual untuk umum di toko-toko), ada juga fans atau stadium version yang lebih murah.

Dari kondisinya, ada juga kasta-nya, yaitu BNWT (brand new with tags) artinya bener-bener baru, dibuktikan dengan tags yang masih nempel dan kemasan. 

Ada juga BNWOT (brand new without tags) baru tapi tags sudah dilepas. MINT, bekas tapi mulus, nyaris seperti baru. Ada juga yang disebut excellent, very good, good, dan seterusnya hingga fair dan poor.

Mana yang mahal? 

Di luar harga toko (toko biasanya hanya menjual jersey musim berlangsung), nyaris tak ada patokan harga. Sebuah jersey bisa berharga mahal karena kondisinya (langka dan bagus). Prinsip umumnya, semakin tua dan bagus, semakin mahal.

Atau, bisa juga karena sejarahnya. Misalnya saja yang ditandatangani pemain (signed). Itu juga beragam, ada yang murah karena ditandatangani di jalan (tanpa sertifikat), atau ada juga yang mahal karena dalam acara khusus, misalnya amal, yang biasanya dilengkap dengan sertifikat.

Jersey lain yang mahal biasanya yang bekas pakai pemain (match worn). Semakin terkenal sang pemain, semakin tinggi harganya. Belum lagi kalau dipakai di pertandingan yang fenomenal, misalnya final Piala Dunia, final Liga Champions, dan lain-lain. 

Misalnya saja, jersey yang dipakai Steven Gerrard saat menjuarai Liga Champions tahun 2005. Kalau ada yang memilikinya (dan bisa membuktikan keasliannya), pasti sangat beruntung. Kenapa? Karena barangnya jelas hanya ada satu di dunia!

Saya sendiri hanya pernah punya jersey yang ditandatangani (itupun bukan saya yang dapat, tapi beli) dan sudah dilepas dengan harga lumayan. Kalau soal match worn, satu-satunya yang pernah saya punya adalah jersey Persib yang dipakai Robby Darwis. Itupun sudah hilang karena dulu belum telaten.

Sayangnya, tahun 2014-an mulai ramai jersey GO (grade ori), jersey tiruan yang mirip dengan aslinya. Umumnya didatangkan dari China dan terutama Thailand. Harganya mulai banting-bantingan pula, dari semula 300 ribuan sampai sekarang bisa dibeli dengan harga 30 ribuan saja!

Meski bisa dibedakan antara yang asli dan tiruan, bisnis jersey original saya itu mulai terganggu dan terus menurun. Hanya kolektor-kolektor sejati saja yang masih mencari dan membeli. Sisanya, beralih ke jersey tiruan yang bisa dipakai sehari-hari dengan tenang (karena murah).

Karena itulah saya sudah menyetop membeli barang dari luar. Dan hanya menjual yang masih ada. Belum berani lagi menyetok. Apalagi saat pandemi begini dimana orang kesulitan nyari duit. Harga jersey original pun terus merosot.

Sebaliknya, bagi kolektor sejati, ini sebetulnya saat yang baik untuk berburu. Karena banyak pemilik jersey yang kepepet butuh uang dan terpaksa menjual koleksinya dengan harga yang miring. 

Saya sendiri menahan untuk menjual koleksi, tapi juga menahan diri untuk menambah. Kecuali kalau ada barang yang sangat menggoda.

Sebagian koleksi Atletico Madrid dan Inter Milan (Dokumentasi pribadi)
Sebagian koleksi Atletico Madrid dan Inter Milan (Dokumentasi pribadi)
Sejauh ini, koleksi jersey Liverpool saya sudah lebih dari 50 lembar, 24 home, dan sisanya away dan third. Selain Liverpool, saya juga mengoleksi jersey Inter Milan dan Atletico Madrid, meski koleksi keduanya belum terlalu banyak. Ada juga jersey klub-klub lain, yang totalnya lebih dari 150 lembar.

Jumlah ini memang bikin pusing, terutama dalam hal perawatannya. Saya sampai harus membuat lemari khusus untuk semua koleksi itu. Jersey sepak bola memang rentan, terutama di bagian sponsornya yang cepat rusak, yang tentu saja menurunkan nilai dan harganya.

Karena itu, selain koleksi utama jersey Liverpool tadi, sisanya masih bisa dinego kalau ada yang berminat hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun