T.H. Salengke
T.H. Salengke Petani

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Walau Berisiko, Ini Opsi Terakhir TKI Ilegal Mudik Lebaran

20 Mei 2019   14:24 Diperbarui: 24 Mei 2019   13:12 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walau Berisiko, Ini Opsi Terakhir TKI Ilegal Mudik Lebaran
Tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Negeri Sabah dipulangkan pemerintah Malaysia berbaris saat pemeriksaan barang bawaan di xray bea cukai Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, 1 April 2016. Sebanyak 122 TKI ilegal kembali dipulangkan. ANTARA FOTO

Raturan ribu pekerja migran Indonesia terancam tidak bisa mudik lebaran secara legal seperti tahun-tahun sebelumnya. Maklum Pemerintah Malaysia hingga saat ini tidak membuka program pengampunan bagi pendatang asing ilegal di negaranya. 

Program pengampunan biasanya akan dibuka menjelang Ramadan supaya dapat dimanfaatkan oleh seluruh migran ilegal untuk mengurus dokumen dan bisa mudik ke tanah air masing-masing.

Saat piket memegang HP pengaduan masyarakat yang digagas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, per hari sekitar 750 pesan masuk yang rata-rata bertanya tentang program pengampunan. 

Mereka sangat mengharapkannya karena ingin mudik lebaran. Pesan-pesan masuk itu harus direspon dengan baik sebagai bentuk layananan publik. Hanya saja semakin dijawab semakin beruntun pesan masuk. Sepanjang hari kerja piket HP Pengaduan hanya memelototi HP dan menjawab semua pesan masuk dengan penuh sabar. 

Apabila program pengampunan bagi migran ilegal dibuka, maka mereka hanya membayar denda sekitar dua juta rupiah. Namun karena tidak adanya program tersebut, pendatang asing tetap bisa keluar secara sah baik lewat pelabuhan maupun bandara dengan catatan membayar denda hingga mencapai RM 3000 atau sekitar Rp 10.000.000.

Bagi buruh kasar yang gajinya terbatas, jumlah tersebut sangat tinggi dan sayang sekali karena bisa untuk melakukan banyak hal di kampung. Oleh karena itu, banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang urung mudik tetapi memilih mengirimkan uang kepada keluarga di kampung. Selain itu, banyak juga yang menempuh jalur gelap berurusan dengan para tekong penyelundup tenaga kerja ilegal karena biayanya cukup murah namun hanya saja beresiko tinggi.

Langkah Berani untuk Mudik

Ilustrasi TKI yang akan mudik dengan kapal (Dok. Faktualnews.co)
Ilustrasi TKI yang akan mudik dengan kapal (Dok. Faktualnews.co)
Apabila Pemerintah Malaysia tidak membuka program pengampunan menjelang lebaran dan Pemerintah Indonesia diam-diam saja tidak melakukan pendekatan khusus kepada Pemerintah Malaysia demi rakyatnya, maka para pekerja ilegal itu pasti akan nekat menempuh jalur gelap yang penuh resiko menggunakan tongkang dari pelabuhan tikus menuju daerah terdekat seperti Pulau Batam, Dumai, Pulau Rupat, Tj. Pinang, Tj Balai Asahan, dan banyak lagi. Demikian halnya jalur darat di Malaysia timur yang rawan juga diseberangi oleh pekerja ilegal menuju beberapa titik di Kalimantan. 

Situasi ini pasti akan dimanfaatkan oleh para tekong yang gencar melakukan kegiatan human trafficking. Mereka giat mencari rezeki dengan cara haram menyelundupkan tenaga kerja ilegal dari Indonesia ke Malaysia dan sebaliknya dari Malaysia ke Indonesia.

Berikut resiko yang akan dihadapi oleh mereka yang keluar masuk secara ilegal sebagai berikut:

Pertama, rawan penipuan dan pemerasan oleh oknum di darat dan laut baik di Indonesia maupun di Malaysia. Sebelum berangkat, umumnya mereka ditarik uang sekadarnya yang terkesan murah dan terjangkau. Namun pada kenyataannya di tengah perjalanan, tongkang akan berhenti di pulau kecil dan menarik lagi setoran untuk alasan keamanan yang mau tidak mau harus dibayarkan karena diancam, apalagi para penumpang sudah setengah jalan.

Kedua, resiko kecelakaan karena kapasitas muatan tongkang yang melebihi batas normal. Selama ini sering terjadi kapal pembawa TKI ilegal karam di Selat Melaka karena kelebihan muatan dan kapal tidak bisa stabil saat diterjang ombak dan badai. 

Ketiga, resiko kondisi kapal yang tidak bisa mengatasi cuaca ekstrim. Kapal-kapang tongkang tersebut umumnya kapal kayu dan juga kapal sayur yang kondisinya tidaklah sempurna layaknya kapal penumpang biasa walaupun dilengkapi dengan mesin berkapasitas tinggi sehingga bila dikejar oleh aparat kemananan laut masih bisa meloloskan diri dengan memaksimalkan kecepatan. 

Keempat, semua tongkang tidak melengkapi penumpang dengan jaket keselamatan. Para tekong tidak memperhatikan aspek keselamatan penumpang. Mereka hanya memikirkan keuntungan dan bagaimana bisa lolos jika terlihat oleh patroli laut. Jika ditangkap atau terjadi kecelakaan, maka para TKI ilegal inilah yang terlebih dahulu menjadi korban dan bahkan menemui ajalnya di laut.

Kelima, resiko ditangkap oleh aparat keamanan laut baik di Indonesia maupun di Malaysia. Dalam hal ini memang sudah pasti apabia nasib tidak beruntung tongkang pembawa TKI berpapasan dengan patroli laut Indonesia dan Malaysia maka akan ditangkap dan bahkan dijebloskan ke dalam penjara. Kalau sudah seperti ini, bukannya kita akan bertemu keluarga tetapi justru keluarga yang akan datang menemui kita ke dalam penjara memohon pembebasan untuk kita. 

Inisiatif Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia sebaiknya harus menjemput bola, bukan menunggu pemberian dari Malaysia karena jelas sekali kita yang perlu demi rakyat kita sendiri. 

Menangani tenaga kerja ilegal ibarat makan buah simalakama, diurus seolah-olah pemerintah mengamini rakyatnya datang merantau secara ilegal, kalau tidak diurus maka pemerintah secara langsung telah menyengsarakan rakyatnya sendiri di luar negeri.

Mencermati hal ini, tentu pemerintah dan juga kantor perwakilan RI setempat selama ini senantiasa menghimbau supaya para TKI ilegal tidak menempuh jalur gelap untuk mudik lebaran mengingat resiko kapal tongkang yang rentan tenggelam karena ombak besar dan cuaca buruk. Namun himbauan tidaklah berarti apa-apa kalau tidak dibarengi dengan aksi nyata melakukan pendekatan proaktif kepada pemerintah Malaysia supaya program pengampunan dibuka.

Untuk menjadi bahan renungan kita bersama dan berharap pemerintah dapat bertindak sebelum banyak kapal-kapal tongkang tenggelam di perairan Selat Melaka.

Sekadar berbagi dari tanah seberang.

KL: 20052019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun