Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cermin | Pada Ramadan Kali Ini

18 Mei 2018   02:46 Diperbarui: 18 Mei 2018   03:13 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cermin | Pada Ramadan Kali Ini
Sumber :www.daunbuah.com

Malam telah bergulir di sepertiga waktu. Heningnya menyelimuti seluruh alam. Sebagian penguni bumi telah terlelap dibuai mimpi. Kelelahan dan aktifitas untuk sementara tersandar tak berdaya di atas peraduan.

Aku terbangun di saat-saat seperti ini. Mata dan hatiku tak bisa kupicingkan lagi. Kupandangi sosok mungil yang tengah meringkuk nyenyak di sebelahku.

Nayla, anak semata wayangku yang baru berusia lima tahun dalam tidur bibirnya tersenyum sembari memeluk boneka panda kesayangannya. Kurapikan selimutnya yang tersingkap. Sentuhan tanganku membuatnya menggeliat. Dia meriyipkan matanya, menatapku.

"Mama?" panggilnya lirih. Aku mendekatkan wajah ke arahnya.

"Ya, sayang. Maaf Mama membuatmu terbangun."

Gadis mungilku itu mengerjap-ngerjapkan kedua bola matanya. Berulang kali.

"Nayla bobok lagi, ya, sayang. Mama mau sholat tahajud dulu," aku mengelus rambutnya perlahan.

"Nayla ikut," bocah kesayangan itu beranjak. Kaki kecilnya menerjang selimut. Aku tergugu sesaat. Kupandangi sekali lagi wajah manisnya. Lalu agak ragu kubimbing tangan mungilnya menuju kamar mandi. 

Kucuran air dingin yang menyentuh pipinya sama sekali tidak menyurutkan keinginannya untuk ikut sholat malam bersamaku. 

Usai mengambil air wudhu gegas kugelar sajadah di kamar sebelah. Kamar di mana aku biasa sholat berjamaah dan berdiri di belakangnya sebagai makmum.

"Ajari Nayla bacaan niatnya, ya, Ma," pinta Nayla menggugurkan lamunanku.

"Ikuti Mama, ya, sayang.  Ushollii  sunatattahajjudii rak'atainii lillahi ta'aalaa. " Aku membimbing Nayla. Suaraku agak bergetar. Gadis kecilku itu mengikuti bacaanku dengan terbata-bata.

Malam terus saja bergulir. Tak mampu kuhentikan. Dan itu membuatku ingin memanjatkan doa panjang kepadaNya. 

Aku tak beranjak seinci pun dari sajadahku. Tetap duduk terpekur. Menundukkan kepala dalam-dalam.

Ya, doa memang selalu menjadi pengharapan terakhir bagi jiwa-jiwa yang tengah dilanda gundah gulana sepertiku.

"Ya, Allah, ya Robbku...Kumohon Engkau senantiasa menguatkan imanku. Membimbingku agar selalu berjalan di atas jalan yang lurus. Mengampuni segala dosa-dosaku. Menenangkan resah gelisahku.

Ya, Allah, Engkaulah sang pemilik hidup dan mati. Kuatkanlah aku dalam menghadapi segala ujian dariMu. Mampukanlah aku untuk menjalani segala cobaan yang Engkau berikan. La  haula  wala  quwwata  illabillahil  aliyyil  adziim...

Ya, Robbku yang Maha Suci, Aku berserah diri di haribaanMu. Menyerahkan segala keputusan di tanganMu. Jika Engkau masih berkenan meridhoi rumah tangga kami, maka kembalikan dia. Namun jika Engkau tiada berkenan meridhoi kebersamaan kami, maka jauhkanlah dia."

Doa panjang itu hanya kupanjatkan dalam hati. Meski begitu aku yakin, Allah pasti mendengar permohonanku.

Sejenak aku membiarkan airmataku tumpah. Terbayang wajah Mas Ilham, suamiku. Laki-laki yang telah menjadi imamku selama tujuh tahun itu. Terngiang pula kata-katanya tadi siang yang mengagetkanku. Kata-kata yang tak pernah terlintas dalam pikiranku bakal diucapkan oleh seorang seperti dia.

"Aku ingin menikah lagi, Eis. Kuharap kamu menyetujuinya."

Serasa runtuh duniaku. Meski aku tahu, agama kami tidak melarang seorang laki-laki melakukan poligami, tapi sebagai perempuan, tenyata aku tidak siap menerimanya.

"Jangan memaksa hatiku untuk menyetujui niatmu, Mas. Kau tahu, bukan? Bagaimana hati yang dipenuhi cinta?"

Itulah yang menjadi pemicu pertengkaran kami. Karena penolakanku Mas Ilham memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah.

Ya, Allah, ini adalah ujian terberat yang Engkau berikan di bulan penuh rahmat ini. Apalah yang mesti kulakukan kecuali berserah diri dan memohon kekuatan dariMu?

Aku menutup doaku dengan bacaan istigfar dan dzikir berulang-ulang. Aku juga bergegas menghapus airmataku. Aku sadar tak guna berurai airmata. Hanya sekelumit doa di malam hening dan bening yang mampu membuat hatiku lebih tenang. 

Biarlah Allah yang memutuskan takdir terbaik untukku.

Sejenak aku menoleh ke belakang. 

Kulihat Nayla terpekur berselimut mukenanya. Ia tertidur.  

***

Malang, 18 Mei 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun