RAMADAN

Perbedaan Ulama Seputar Shalat Jumat Jatuh saat Idul Fitri

12 Juni 2018   15:22 Diperbarui: 12 Juni 2018   17:55 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbedaan Ulama Seputar Shalat Jumat Jatuh saat Idul Fitri
Ilustrasi, suasana shalat idul Fitri di Pelabuhan Sunda Kelapa. Foto | Antara.

Usai shalat terawih bersama anggota seluruh keluarga di kediaman "Mertua Indah", tepatnya kawasan Jalan Susilo II A/6, Jakarta Barat, seperti biasanya penulis dan mertua yang kini usianya memasuki 90 tahun, mendengarkan ceramah dari Ustaz Basri.

Sudah menjadi komitmen bahwa setiap hari Sabtu malam (malam minggu) pada bulan suci Ramadhan kami menggelar shalat tarawih di kediaman mertua. Sebagai imam adalah ustaz Basri disusul penyampaian ceramahnya seputar makna Ramadhan dan berbagai hal yang berkaitan dengan kesalehan sosial.

Tausiyah dari ustaz yang sudah dari tahun ke tahun mengajar ngaji di lingkungan keluarga kami itu, tanpa sengaja menguarkan pendapat mengejutkan bagi penulis. Yaitu prihal shalat Idul Fitri (biasa juga disebut Id) yang jatuh pelaksanaannya bersamaan pada hari Jumat.

Pada 2018 ini, atau tepatnya Idul Fitri 1439 H, menurut perkiraan akan jatuh pada hari Jumat. Tanpa bermaksud menadahului keputusan sidang istbat -- yang diperkirakan akan digelar pada Kamis, 14 Juni 2018 ini, dua organisasi kemasyarakatan(Ormas) Islam nampaknya bersepakat menetapkan awal Syawak jatuh pada Jumat mendatang.

Terlepas dari perbedaan metode yang digunakan untuk menetapkan Idul Fitri itu, tetapi yang menarik perhatian bagi penulis adalah pernyataan tentang Idul Fitri jika dilaksanakan pada hari Jumat, maka ada sebagian umat berpendapat bahwa orang bersangkutan lepas dari kewajiban menunaikan ibadah shalat Jumat.

Pendapat ustaz ini sungguh mengagetkan. Ini untuk shalat Jumat yang bersangkutan pada posisi netral. Artinya, ia terbebas dari kewajiban shalat itu namun boleh juga melaksanakannya.  

Alasannya, untuk Idul Fitri yang jatuh pada hari Jumat karena waktunya berdekatan. Karenanya, orang tidak terikat dengan kewajiban. Dan, mendengar penjelasan ini penulis ingin memprotes pendapat sang ustaz. Tapi, karena di situ ada mertua, ya harus mengormatilah pendapat orang tua. Apa lagi ilmu penulis masih 'cetek'.

Nah, beruntung penulis punya kawan baik. Yaitu Drs. H. Jubaidi MA, yang juga menjabat sebagai  Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.

Ia bisa menjelaskan lebih gamblang prihal tentang Idul Fitri yang jatuh pada hari Jumat. Dan, ternyata perbedaan pendangan ini memang cukup serius di kalangan ulama.

Apabila hari Id bertepatan dengan hari Jum'at, maka terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama:

Pendapat pertama, kewajiban Jum'at tidaklah gugur terhadap siapa saja yang telah menghadiri shalat Id. Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Hazm. Ibnu Qudmah menyebutnya sebagai pendapat kebanyakan ahli fiqih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun