Bai Ruindra
Bai Ruindra Guru

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pesan Ibu, Jangan Makan Kuah Pedas Saat Sahur

18 Mei 2018   05:10 Diperbarui: 19 Mei 2018   09:19 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesan Ibu, Jangan Makan Kuah Pedas Saat Sahur
Sumber: anekaresep-indonesia.blogspot.co.id

Kembali ke persoalan sakit lambung yang pernah saya ceritakan sebelumnya. Salah makan sedikit saja, perut saya langsung terasa mual dan muntah seketika. Tiba hal yang paling parah adalah perih sampai ke dada dan terasa begitu panas membara. Makanan yang mengandung cabai berlebihan dan tingkat keasaman tinggi menjadi pengaruh besar terhadap pencernaan.

Saya memilih makanan bukan karena tidak suka, bisa menyukai banyak jenis makanan waktu dulu. Orang sakit lambung memang rentan sekali lemah dan lesu atau dengan kata lain drop selama berpuasa. Penyakit ini sebenarnya tidak bisa dianggap sepele karena kamu bisa mendapatkan masalah besar jika perut kosong. Misalnya saja, perasaan gundah yang berlebihan bisa datang karena lambung tidak 'mengunyah' apa-apa.

Puasa sehat siapa yang tidak ingin. Saya mencoba untuk memberikan beberapa masukan untuk diri saya secara pribadi. Memang benar, banyak sekali menu makanan yang hanya ada selama bulan Ramadan tetapi sayang sekali tidak begitu bersahabat dengan perut saya. Asam lambung naik akibat salah makan, saya langsung tidak sanggup berpuasa sebulan penuh. Saya khawatir karena pernah mengalami masa-masa ini.

Maka, pesan Ibu, "Jangan makan kuah pedas saat sahur!"

Pedas: Menu Paling Mematikan Saat Sahur


Dari kecil, saya memang bukan penikmat makanan pedas. Namun, sebelum lambung bermasalah saya masih mampu mencicipi sedikit makanan pedas dalam kadar 'anak kecil' makan pedas. Saya bisa merasakan bagaimana rasanya pedas dalam konteks yang sebenarnya, sebagaimana kamu tahu hal itu.

Belakangan, saya tidak mampu menerima makanan pedas sekecil apapun. Memang, nikmat saja dikecap dalam beberapa detik tetapi kemudian perut saya langsung terasa panas. Mungkin, sebentar-sebentar ke toilet masih menjadi 'permisi' yang mengasyikkan tetapi jika sampai mual dan memuntahkan seluruh makanan bisa dibayangkan fisik saya kemudian.

Sahur dan kuah -- gulai -- pedas hanya bisa menjadi pandangan yang menimbulkan air liur meleleh. Terkadang, pemandangan kuah yang dimasak dengan cabai atau lada itu lebih menggiurkan dibanding ikan goreng dengan sayur rebus. Apa boleh buat. Saya telah menceraikan kuah pedas itu sekian lama untuk menjaga puasa dengan baik.

Sekali saja saya sentuh kuah pedas yang enaknya tiada ampun itu, bukan sehari dua hari saya bolong puasa namun beberapa hari. Meskipun saya minum obat tetapi pengaruh pedas di lambung saya tidak mudah sirna. Begitulah soal pesan Ibu yang tidak boleh saya sepelekan.

Ibu benar, Ibu tahu bagaimana kondisi saya sebenarnya. Maka, kamu juga jangan membantah nasihat Ibu saat menyantap menu sahur. Jika tidak?

Asam: Campuran Bom yang Siap Meledak Siang Hari

Pedas dan asam adalah dua senjata paling mematikan untuk saya. Jika pedas langsung membuat perut sakit dalam beberapa detik, maka asam memproses data terlebih dahulu sebelum ditransfer menjadi bom yang siap diledakkan. Sama-sama memiliki jurus yang serupa, tiba saya makan makanan keasaman atau minuman sejenis jus jeruk, maka siap-siap saya ke toilet berulangkali.

Perut menjadi tidak keruan karena asam seolah-olah menumpuk di dalam lambung. Bahkan, saya bolak-balik ke toilet tidak bisa menyembuhkan seketika rasa perih itu. Solusinya adalah tidak menyentuh 'asam' dalam menu-menu kesukaan sekalipun.

Pesan Ibu tidak hanya soal menu pedas yang harus saya hindari tetapi juga menu asam. Saya terkadang merasa kasihan kepada Ibu yang harus memasak dua menu tiap hari. Kuah asam pedas -- masam keueng dalam bahasa Aceh -- adalah menu favorit kami di sini. Ikan dimasak asam pedas dengan belimbing dipotong keci-kecil adalah nikmat yang pas. Kamu bisa habis nasi bermangkuk jika mencicipinya sekali.

Saat Ibu memasak kuah asam pedas ini, maka Ibu juga harus memasak menu yang tidak pedas dan asam untuk saya. Gulai asam pedas memang perpaduan yang 'cocok' sekali untuk penderita sakit lambung. Bahkan, ini bisa melebihi bom di Hiroshima dan Nagasaki untuk menetralisir Perang Dunia. Saat kamu mencicipi, enak, makan terus, lalu terbirit-birit ke toilet atau bahkan tersedu-sedu sepanjang waktu menahan perih di lambung.

Begitulah, pesan Ibu tidak boleh diabaikan, kawan. Meskipun saya tidak makan pedas dan asam, puasa saya tetap lancar. Meskipun menu terbaik kami di Aceh adalah gulai asam pedas, saya tetap bisa puasa hanya dengan ikan digoreng biasa dan sayur rebus. Bukankah itu lebih sehat? Bagi saya iya. Toh, lancar puasa lebih penting daripada menu bertumpuk di meja tetapi membawa pengaruh terhadap kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun