Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana
Mencicipi “Kicak”, Takjil Legendaris Khas Ramadhan Yogyakarta
Bulan Ramadhan seringkali menjadi saat yang tepat untuk mencicipi beraneka hidangan dan jajanan khas daerah. Saat bulan puasa inilah berbagai jenis panganan yang jarang atau bahkan tidak dihidangkan selama hari biasa menjadi lebih mudah dijumpai.
Makanan-makanan khas Ramadhan tersebut tidak hanya diburu oleh penikmatnya yang menahan rindu tapi juga oleh masyarakat umum yang penasaran ingin mencicipinya.
Di Yogyakarta ada satu jajanan khas yang hanya dibuat dan dijajakan pada bulan Ramadhan, “Kicak” namanya.
Warga kota Jogja mengenal panganan ini sebagai takjil asli Kauman, sebuah kampung legendaris di Jalan Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai tempat kelahiran Muhammadiyah.
Cita rasa Kicak sangat khas dan mencerminkan selera lidah masyarakat Yogyakarta. Terbuat dari beras ketan atau jadah yang dicampur gula pasir membuat Kicak terasa lembut sekaligus manis di lidah.
Taburan kelapa parut yang sedikit asin membuat rasanya semakin gurih. Yang tak kalah istimewa adalah aromanya yang harum perpaduan dari aroma pandan dan daging buah nangka yang khas.
Meski sederhana wujud Kicak justru sangat cantik. Warna putih ketan dan kelapa parut ditambah potongan kecil daun pandan yang hijau serta buah nangka yang kuning membuat Kicak semakin menggugah selera.
Porsi sajiannya yang kecil memang cocok sebagai takjil pembuka sebelum menikmati hidangan utama berbuka. Meski mungkin rasa manis Kicak terlalu kuat bagi mereka yang kurang menyenangi jajanan manis, tapi mencicipinya tak akan membuat lidah rugi.
Dengan harga Rp. 2000-2500 per bungkus kecil, jadilah Kicak menjadi takjil istimewa yang selalu diburu penikmatnya selama bulan puasa ini.
Lalu mengapa Kicak disebut sebagai takjil legendaris?. Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat kota Jogja jika Kicak adalah sebuah panganan yang lahir dari tangan seorang bernama mbah Wono, seorang penduduk Kauman.
Bermula dari tahun 1950, Mbah Wono yang menghendaki takjil Ramadhan yang berbeda akhirnya membuat sebuah jajanan dari beras ketan ini. Mbah Wono lalu menjualnya dan semenjak saat itulah Kicak disukai sebagai jajanan.
Mbah Wono sendiri tetap mempertahankan Kicak sebagai jajanan bulan puasa dan tidak membuatnya di hari-hari biasa. Akhirnya Kicak menjadi takjil khas Ramadhan kota Jogja sekaligus identitas kampung Kauman.
Meski dikenal sebagai jajanan khas Ramadhan dan menjadi buruan banyak penikmatnya, tak banyak orang yang membuat Kicak. Pemburu Kicak tak mudah mendapatkannya kecuali di kampung Kauman. Sebagian besar Kicak yang dijajakan di kampung Kauman pun masih dibuat oleh keluarga mbah Wono.
Kicak buatan keluarga Mbah Wono kemudian dijajakan secara langsung maupun dibeli oleh para pedagang takjil untuk dijual kembali. Tak heran jika cita rasa Kicak persis sama meski dibeli dari beberapa pedagang sekalipun. Padahal bahan untuk Kicak sangat mudah didapat dan pembuatannya cukup sederhana.
Mula-mula gula pasir, garam, daun pandan, vanili dan parutan kelapa menggunakan direbus menggunakan air secukupnya. Setelah tercampur, beras ketan ditambahkan ke dalamnya dan diaduk di atas api kecil hingga ketan menjadi lunak dan air berkurang.
Setelah matang campuran diangkat kemudian ditaburi kembali dengan parutan kelapa dan potongan kecil daging buah nangka. Jadilah Kicak, takjil legendaris khas Ramadhan dari Yogyakarta.
Tertarik untuk mencicipinya?. Datanglah ke kampung Kauman atau jika beruntung Kicak ini bisa jadi muncul di beberapa pasar Ramadhan di sekitar kota Jogja.