Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Administrasi

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Kenapa Susah Bermaaf-maafan?

22 Mei 2020   23:01 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:53 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenapa Susah Bermaaf-maafan?
Ilustrasi (sumber: imajinaxi.com)

Ya,untuk belajar mudah memaafkan dan meminta maaf setiap orang punya jalan masing-masing. Saya belajar dengan mengamati dari sifat pasangan hidup saya, anda mungkin berbeda. Saya tak sedang dalam kapasitas untuk mengajari anda harus ini itu biar gampang bermaaf-maafan.

Kalau butuh keteladanan soal kelapangan hati untuk memaafkan, maka kisah rasul adalah teladan yang paling baik. Simak riwayat bagaimana rasul kerap dilempari kotoran unta oleh kaum Quraisy ketika ia beribadah di Ka'bah. Apakah beliau marah? Yang ada malah beliau mendoakan yang terbaik untuk mereka. Ketika di Madinah, rasul kerap diejek dan diumpat oleh pengemis buta dari kaum kafir. Apakah ia marah? Rasul malah menyuapi pengemis itu sambil mendengarkan umpatan-umpatan si pengemis tersebut yang ditujukan kepadanya.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, saya membaca kisah Buya Hamka yang mau menjadi imam shalat jenazah Presiden Soekarno, padahal Soekarno pernah memenjarakannya dalam waktu yang lama di masa orde lama. Alih-alih dendam, Buya Hamka bersyukur karena di penjara ia punya waktu menyelesaikan tafsir Al-Azhar.

Sebenarnya apa yang menyebabkan kita susah untuk meminta maaf dan memberi maaf? Tentu saja penyebabnya adalah ego kita. Hakikat manusia yang lebih peduli pada dirinya sendiri membuatnya selalu merasa paling benar.

Ust. Nasrullah dalam buku Kajian Magnet Rezeki menyebut ego ini sebagai garis kebenaran. Katanya, kita semua selalu membuat garis kebenaran sendiri yang berlaku untuk kita. ketika ada orang yang melewatinya, maka secara otomatis kita menunjuk orang lain tersebut salah, dan kita benar. Itu karena kita berpegangan pada garis kebenaran kita sendiri. demikian pula sebaliknya, orang lain punya garis kebenaran sendiri yang menunjuk kita yang salah dan dia yang benar.

Tanpa sadar kita masing-masing kerap mempertahankan garis kebenaran tersebut dengan erat. Tanpa sadar kita kerap menyalahkan orang lain dan menjadikannya kambing hitam terhadap kejadian yang menimpa kita.

Kalau sudah begini, dimana titik temunya?

Menurut Ust. Nasrullah, rasa marah, dengki dan dendam tersebut akan menjadi perisai yang menghalangi turunnya rejeki dari Allah. Soal ini juga dibahas oleh Ippho Santosa dalam bukunya yang berjudul Tujuh Keajaiban Rezeki. Bisa jadi kalau anda merasa rezeki anda seret, mungkin salah satu penyebabnya yaa itu,...

Biar perisainya terbuka, dan juga biar kita mudah bermaaf-maafan, solusinya adalah merubah mindset dan garis kebenaran tersebut. Alih-alih menganggap orang lain salah, coba dibalik dengan berfikir bahwa apapun yang salah adalah kita dan orang lain benar. Caranya? Perbanyak istighfar dan ketika berbenturan dengan orang lain, cepat-cepat mengingat bahwa kita yang salah dan mereka yang benar. Kalau sudah begitu, akan mudah untuk meminta maaf dan juga memaafkan orang lain.

Kalau anda berbisik,... ngomong sih enak, prakteknya susah bro! Lha Emang iya,... itu berat. Jujur saja, sampai sekarang pun saya masih terus belajar kok. Dilan aja belum tentu sanggup, hehehe.... Ah biar lengkapnya mah, coba deh baca saja buku beliau. Penjelasannya Komplit disana.

Kalau anda masih berat buat memaafkan orang lain, ada baiknya saya kutip apa yang dibilang Irfan Amalee dalam bukunya Islam Itu Ramah Bukan Marah perihal alasan Kenapa kita tidak mau memaafkan orang lain sebagai berikut:

  • Ingin terus mendapat simpati dari orang sebagai orang terdzalimi
  • Agar kita punya alasan untuk terus marah dan menyalahkan orang lain atas rasa sakit hati kita
  • Menyangka kalau memaafkan itu kita jadi pecundang
  • Kalau memaafkan artinya kita tak bisa membela hak kita dan memberi keuntungan kepada orang lain
  • Mengkhawatirkan orang yang kita maafkan tidak akan berubah perilakunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun