Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Keriangan Ramadan dari Ujung Kampung

12 Mei 2020   23:32 Diperbarui: 12 Mei 2020   23:37 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Minanglamo.blogspot.com

Menjalani ramadhan di  kampung memang jauh berbeda dengan diperkotaan. Apalagi pada zaman dahulu. Dimana sarana dan fasilitas masih serba terbatas. Banyak kebiasaan-kebiasaan unik  yang dilakukan hanya pada saat Ramadhan.

Ramadhan adalah bulan yang ditunggu ciseantero kampung. Anak-anak seperti saya yang paling gembira jika ramadhan menjelang. 

Saat senja menjelang, Ungku (kakek dalam Bahasa Minang) akan menurunkan lampu strongking (petromak) dari gantungan. Mengisi minyak tanah ke dalam tangkinya. Menaruh spritus dalam tatakan serta menyalakan kaos lampu. 

Proses menyulus spiritus harus dilakukan dengan hati-hati. Salah-salah akan menghancurkan bola lampu yang sangat rapuh. Jika api pada spritus sudah membakar bola lampu, maka proses memompa angin lampu pun dimulai. Bunyinya khas berderit-derit. 

Saya seringkali meminta menggantikan Ungku untuk ikut memompa. Tetapi tangan kecil saya kadang tidak cukup kuat menekan terlalu dalam. Akibatnya pompa berbalik dan membawa minyak dalam tangki keluar. Semburan minyak tak ayal membasahi muka saya. Bisa dibayangkan perihnya ketika mengenai mata.

Setelah berbuka usai, kami tidak akan langsung menuju masjid. Bedil betung (meriam dari bambu betung) menunggu untuk dimainkan. Bambu betung yang sudah di potong beberapa ruas di tembus pada bagian ruasnya, sehingga membentuk pipa. Satu bagian ruas dibiarkan tetap tersisa. Pada satu bagian permukaan bambu di bentuk lubang kecil. Hal ini dilakukan untuk memasukkan sumbu kain yang telah dicelup api. 

Begitu sumbu api memasuki lubang, akan timbul bunyi dentuman seperti meriam. Bunyi meriam ini bersahut-sahutan seantero kampung. Karena tiap rumah yang mempunyai anak lelaki memiliki satu atau lebih meriam. Meriam yang paling keras akan dianggap sebagai juaranya. Walaupun tidak pernah ada piala untuk itu. Namun pengakuan dari tema-teman yang lain lebih berarti dari sekedar piala.

Bedil betung memang lazimnya dimainkan oleh anak laki-laki. Sebenarnya rasional juga kenapa permainan ini hanya dimainkan oleh anak lelaki. Karena memang terhitung agak berat dan berbahaya. Mengambil betung kerumpunnya bukanlah hal yang mudah.

Dihinggapi miang betung yang membuat sekujur tubuh gatal-gatal, luka tergores tajamnya kulit betung, serta harus memanggul betung yang lumayan berat, harus dijalani selama proses pembuatan.  Tetapi tidak ada yang berat untuk anak kampung. Semua dilakukan dengan keriangan. Saling bantu dan kerja sama. Semua akan terobati ketika Bedil berdentum saat dimainkan.

Bunyi dentuman ini pula yang membuat saya tergoda untuk memainkannya. Mengambil sumbu kain dari tangan kakak laki-laki sepupu saya. Menyelupkannya kedalam minyak makan. Dan dengan gagah perkasa menyulutnya dengan api untuk dimasukkan ke dalam lubang.

Namun ternyata prosesnya tidak semudah yang saya lihat sebelumnya. Entah karena kesalahan dalam teknik, atau karena  ragu-ragu ketika memasukkan sumbu ke dalam lubang, api dalam sumbu malah berpindah kedalam lubang betung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun