Mohon tunggu...
Abdurrahman al Rasyid
Abdurrahman al Rasyid Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mahasiswa

Hanya manusia biasa yang mengabadikan diri lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Menyelami Kembali Makna Puasa

6 Juni 2018   06:52 Diperbarui: 6 Juni 2018   08:48 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.facebook.com/Azhar.High.School

Tak terasa sudah dua pertiga ramadhan kita habiskan. Hari demi hari kita jalankan apa yang  disebut sebagai puasa. Secara bahasa, kata puasa kita pinjam dari bahasa sansekerta yang memilki padanan dalam bahasa arab yaitu shiyam atau shaum yang berarti menahan diri. Menahan diri yang secara simbolis berupa menahan kebutuhan biologis seperti makan, minum, dan hubungan suami istri.

Kewajiban berpuasa sebagaimana banyak dikutip para mubaligh tertuang dalam QS.[2:183]. Tujuan utama puasa adalah supaya orang mukmin itu bertakwa. Esensi dari puasa dapat diwujudkan dari kegigihan kita menahan hawa nafsu bukan sekadar menahan lapar dan haus belaka. Oleh karenanya, ramdahan sering disebut juga sebagai bulan pendidikan atau syahru at-tarbiyah.  

Dalam buku 32 khutbah jumat Cak Nur, beliau pernah mengatakan ada tiga tingkatan puasa ramadhan yakni puasa ibtidaiyah, nafsani, dan ruhani. Tingkatan-tingkatan ini kalau saya sebut sebagai tahapan pendidikan puasa di sekolah bernama ramadhan.

Pertama, puasa ibtidaiyah, yakni puasa permulaan di sepuluh awal bulan ramadhan. Fase di mana kaum muslim dibiasakan untuk menjalani dari rutinitas biasa menuju rutinitas puasa. Perubahan mendasar adalah pergantian jam makan pagi (sahur) dan jam makan malam (buka puasa). Di sepuluh awal ini lah kita diuji untuk mempuasakan fisik dan raga.

Selanjutnya puasa nafsani, yakni level kedua setelah puasa fisik menuju puasa jiwa, berlangsung sepuluh hari pertengahan ramadhan. Di sini yang penting dalam kita berpuasa, tidak hanya bersusah payah menahan lapar dan haus, kita dituntut menahan hawa nafsu menjaga emosi, menarik diri dari perbuatan dosa. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa, seluruh amal anak bani adam hanya untuk dirinya, kecuali puasa, aku sendiri yang akan membalasnya,"

Puasa merupakan amal ibadah paling istimewa dan paling personal dengan kata lain hanya allah dan kita yang tahu kita berpuasa. Di sini-lah korelasi antara puasa dan takwa. 

Menurut cak nur, takwa adalah suatu cara dan pola menempuh hidup dengan tingkah laku yang selalu didasari oleh kesadaran bahwa allah itu hadir. Allah ada di dekat kita, lebah dekat dari urat nadi QS.[50:16]. Allah mengawasi tindak-tanduk perbuatan kita, allah hadir dan mahahadir. Sehingga tak mungkin puasa dapat ditempuh kecuali dengan sikap takwa, dan itulah mengapa puasa ditujukan agar kita bertakwa.

Tingkatan terakhir yaitu puasa ruhani. Inilah jenjang insyaallah selama sepuluh hari terakhir. Yakni kita harus mencapai dan mengantarkan diri kita pada keikhlasan. Hilang dan pasrah dalam kebesaran tuhan sehingga tidak lagi melihat diri kita mempunyai peranan apa-apa (fana)

Puasa bukan lagi menjadi kewajiban personal melainkan kebutuhan yang dia rindu akan hadirnya allah di hati-Nya. Amal ibadah yang ia jalani murni hanya mengharap wajah Allah alias ridha-Nya. Sampai-sampai amal shalih yang ia kerjakan masih mengundang takut tidak diterima oleh Allah. Inilah totalitas dalam ibadah yang menghadirkan perpaduan antara pengharapan dan takut kepada Allah.

Pada sepuluh hari terakhir ramadhan kita berharap kepada Allah dan beribadah dengan tulus sehingga kita dapat merasakan kedalaman spritual dalam berpuasa. Itulah mengapa Rasul kita tercinta Nabi Muhammad berpesan untuk mengejar malam lailatul qadr di sepuluh terakhir ramadhan. Secara fisik rasul telah menjelaskan bagaimana ciri-cirinya, namun untuk mengetahui apakah dia mendapatkan malam lailatul qadr hanya orang yang memilki kedalaman ruhani-lah yang dapat merasakannya.

Begitulah kalau kita meresapi makna puasa sedalam-dalamnya. Akan rugi kita menyia-nyiakan waktu yang cuman sebulan ini. Jangan sampai puasa kita berakhir sia-sia tanpa sisa. Mari baca dan renungkan kembali alquran kita. Rapatkan shaf-shaf kita di masjid yang kian hari makin kendur. Totalitaskan ibadah kita sebaik-baiknya di bulan ramadhan agar kesucian primordial kian kita rasakan di hari fitri nanti.

Sagulung, 06/06/2018 06:36 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun