Mohon tunggu...
Nita Juniarti
Nita Juniarti Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Perempuan

Penaruh mimpi di Altar-Nya

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Masjid Tuha Indrapuri, Sebuah Refleksi Perjalanan

30 April 2020   06:08 Diperbarui: 30 April 2020   06:31 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi, 2018

Sejak menjadi mahasiswa di Darussalam sampai lulus jadi sarjana, satu-satunya mesjid yang ketika saya datang ke sana hujan atau mendung hanyalah masjid Indrapuri. Jika menyelusuri jalan raya Banda Aceh-Medan, dari Kota Banda Aceh masjid ini berada di kiri jalan. 

Saat berada di jalan raya, atap tumpangnya sudah kelihatan, hanya sekitar 150 meter masuk dari simpang pasar Indrapuri, melewati jembatan. Jalanan di aspal tipis-tipis, sebuah sekolah di kiri lalu tempat parkir yang besar, di sanalah Masjid Indrapuri. Tepatnya Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar.

Pengaruh Hindu-Buddha seakan terputus di Aceh, nyatanya gelar Aceh Lhee Sagoo dan masjid ini adalah bukti bahwa di Aceh pernah ada agama selain Islam. Kemegahan Punden berundak-undak, tempat persembahan batu adalah dua hal yang menjadi rujukan para ahli bahwa masjid Indrapuri adalah peninggalan hindu. 

Uniknya, jika diperhatikan bangunan yang berbentuk bujur sangkar, pondasi masjid ini malah mirip sebuah benteng. Menurut beberapa sumber dan ahli sejarah, masjid ini dibangun pada abad ke-12 Masehi, tepatnya ketika Sultan Iskandar Muda (1707-1636), sejak 1207 Hijriah atau 1618 Masehi.

Masjid yang berdiri di atas tanah seluas 33.875 meter persegi, terletak di ketinggian 4,8 meter di atas permukaan laut ini, telah menjadi benda cagar budaya. Palang cagar budaya terpancang di sana. Terakhir saya berkunjung ditahun 2018 lalu, tempat ini masih digunakan untuk shalat dhuhur. 

Saat itu, saya dan kawan-kawan yang berkunjung ikut shalat di sana, lantainya sudah keramik. Tiang-tiangnya masih kokoh.  Arsitektur kuno dibagian atas mesjid masih dipertahankan, begitu juga dengan atasannya. 

Selain itu, khas masjid di nusantara adanya kolam wudhu di depan masjid. Bentuk Piramida atapnya mempunyai filosofi tentang syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Ukiran-ukiran unik pada tiang-tiang mesjid sangat menarik untuk diperhatikan.

Pada jaman dahulu, masjid di Aceh selain berfungsi sebagai tempat beribadah, masjid ini juga dulunya digunakan sebagai benteng pertahanan. Masjid ini sempat dikuasai Belanda saat perang dengan Aceh. Masjid ini juga menjadi tempat musyawarah dan menetapkan raja pada zaman Kesultanan Aceh Darusalam.

Jika berkunjung, saya suka berlama-lama di masjid ini. Pemandangan Indrapuri terlihat asri dari atas masjid, sungai yang mengalir rasanya menenangkan. 

Masjid ini menjadi refleksi perjalanan, pengigat bahwa jaman dahulu betapa megahnya sebuah pembangunan, kuat, menggunakan bahan terbaik sehingga bertahan puluhan tahun, tidak ada yang dikorupsi, tidak ada pembangunan asal jadi. Semoga, ramadan juga menjadi refleksi bagi yang hidup di jaman ini agar tidak asal-asal membangun sesuatu supaya nantinya masih bisa dilihat oleh anak cucu, aamin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun