Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Seni Hidup Minimalis: Jurus Jitu Mengatur Keuangan Saat Ramadan

18 April 2021   20:59 Diperbarui: 18 April 2021   21:28 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film pendek minimalis di YouTube Netflix bisa menjadi inspirasi. / tangkapan layar pribadi

Gaya hidup minimalis belakangan ini populer. Hidup dengan seminimal mungkin dengan benda yang kita miliki ini mulai digandrungi masyarakat di seluruh dunia. Mungkin dimulai dari sebuah buku berjudul "Seni Hidup Minimalis" karya Francine Jay yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, kemudian menginspirasi banyak orang.

Tak berhenti sampai situ, belakangan muncul komunitas orang-orang minimalis di media sosial. Mereka saling berbagi pengalaman dan ilmu untuk terus menerapkan dan memotivasi gaya hidup minimalis.

Banyak orang berpikir bahwa hidup minimalis ini hanya cocok untuk masyarakat kalangan menengah ke atas. Mereka punya uang lebih (mampu membeli sesuatu) tapi sebisa mungkin untuk mengontrol nafsu memiliki benda yang justru membuat mereka semakin melekat dengan benda-benda itu. Lain halnya dengan kaum menengah ke bawah yang sudah kenyataannya hidup minimalis karena tidak mampu membeli sesuatu dengan mudah. 

Saya mulanya setuju dengan pendapat medioker itu tapi setelah dipikir-pikir ulang, tidak sepenuhnya benar juga. Saya lihat sendiri, masyarakat menengah ke bawah di negeri kita masih suka mengonsumsi atau membeli benda-benda di luar kemampuan mereka. Mereka hidup minimalis tapi berusaha meraih barang atau benda maksimalis.

Ketika saya KKN di sebuah desa di Kabupaten Bogor, saya tercenggang karena mayoritas dari mereka berutang untuk membeli kulkas, mesin cuci, motor, dan memperbaiki rumah. Oke, membeli barang adalah hak setiap orang tapi kalau kita sadar, benda-benda itu justru akan membuat rumah si empu jadi sempit. Bagaimana dengan perawatan dan biaya listriknya ke depan? Utang lagi? Dalam hidup minimalis, cara hidup seperti itu tidak dianjurkan.

Si pemilik benda pun akan terikat dengan benda-benda yang dipunyainya. Setiap kemelekatan akan melahirkan beban pikiran dan bisa jadi itu yang membuat seorang menjadi stres. Beda dengan prinsip gaya hidup minimalis bahwa semakin banyak melepas semakin nyaman dan plong hidup seseorang. Setiap benda tentu memiliki nilai dan fungsi, tapi memiliki banyak benda tidak berarti menjadikan kita bernilai bukan? Apa Tuhan menilai seseorang dari benda-benda yang dimiliki? 

Ada lagi, dalam sebuah acara reality show, menampilkan renovasi rumah tak layak huni, lalu rumah tersebut diisi berbagai macam perabotan termasuk kulkas dan mesin cuci. Sementara pekerjaan si pemilik rumah yang direnovasi hanya sebagai kuli atau pedagang asongan dengan pendapatan tidak seberapa.

Tentu saja reality show tersebut sangat membantu si empu tapi beberapa bulan kemudian, si empu akhirnya menjual kulkas dan alat-alat bermuatan listrik lainnya karena tidak mampu membayar iuran listrik per-bulannya yang membludak. Karena stasiun TV hanya merenovasi rumah, tidak memberikan pekerjaan tetap, maka si empu kembali ke pekerjaan sebelumnya. Mungkin ada satu-dua berpandangan luas sehingga memilih berjualan atau berwirausaha supaya dapur bisa terus mengepul dan bisa membayar listrik bulanan.

Boleh saja rumah orang bagus dan kinclong tapi kalau isi perut penghuninya kosong, sama saja bukan? Kebanyakan gengsi dan tiru-tiru tetangga sebelah saja maunya.

Melihat kenyataan ini, saya simpulkan bahwa seni hidup minimalis bukan hanya untuk kaum menengah ke atas tapi juga menengah ke bawah. 

Lantas bagaimana seni hidup minimalis ini bisa menolong keuangan kita di bulan Ramadan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun