KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

Koleksi Barang: Pemberat atau Peringankah Timbangan di Akhirat?

5 Mei 2021   16:48 Diperbarui: 5 Mei 2021   16:51 1855 4



Saya punya cerita tentang mengoleksi barang, saya pernah mengalaminya seperti mengoleksi prangko pada zaman SMP. Saat itu saya ikut grup filateli. Saya rela menggunakan uang jajan yang dikumpulkan karena ingin membeli prangko. Kesukaan saya kepada prangko bermula dari papa yang suka mengoleksi prangko atau uang.Ditambah lagi saat saya mempunyai sahabat pena di suatu daerah yang lumayan jauh. Kegiatan berkirim surat yang terjadi hampir setiap bulan membuat prangko di dalam buku bertambah. Sangkin senangnya, saya mina dibelikan album prangko. Jadilah prangko saya berjejer di sana.

Prangko-prangko yang ada di dalam album sering saya lihat dan memang ada keunikan pada masing-masing prangko. Gambar yang unik dan tahun yang semakin lama membuat prangko menjadi sesuatu bagi saya.

Namun, apakah kegiatan mengoleksi prangko itu terus sampai sekarang? Tidak, kegiatan itu sudah lama sekali saya tinggalkan sejak album prangko yang sudah saya isi dengan berbagai prangko raib entah ke mana. Saya sudah mencarinya, tetapi tidak juga ketemu. Awalnya saya sedih, tetapi lama-kelamaan saya bisa mengikhlaskannya.

Setelah kuliah, entahlah saya suka sekali membeli buku. Awalnya sih kepincut dengan majalah Annida, Ummi. Kebetulan, saya juga berjualan buku dengan sistem konsinyasi dari toko buku yang saya kenal. Uangnya lumayan bisa mendapatkan buku lagi.

Ternyata, mengasyikkan sekali mempunyai buku yang setiap saat bisa dibaca. Pelan tapi pasti, setiap bulan saya sisihkan uang untuk membeli satu buku. Ketika kerja, habis gajian pasti pergi ke Gramedia untuk melirik buku-buku kesukaan. Nah, aku suka buku yang memuat kisah nyata tentang anak berkebutuhan khusus. Jadilah saya mencari buku dari salah satu penulis luar.

Hingga suatu saat, saya memborong satu koper buku di Yogjakarta (saat studytour sekolah) karena harga di sana anjlok banget dari tempat saya. Sampai-sampai penjaga toko bilang," Orang Palembang itu kaya-kaya ya, Mbak." Dengan ringan saya jawab bahwa di Palembang buku-buku ini bisa enam kali lipat dari harga di sana. Saat itu ada buku tebal yang harganya lima ribu, sedangkan di tempat saya 50 ribu. Kan jauh banget ya selisihnya.

Saya pulang membawa ole-ole sekoper buku dan sedikit kue bakpia patok karena uangnya sudah banyak habis di buku hehehe. Masih nggak sih buku-buku itu? Masih dong. Buku-buku itu masih menemani harian saya. Jika saya ingin mencari sesuatu, saya bisa mengambil buku itu sebagai referensi.

Dibaca nggak sih buku sebanyak itu? Dibaca pasti ya, tetapi ada yang tidak saya tamatkan karena bosan dan ada yang hanya sepintas dibaca untuk mencari referensi. Sekarang pun juga, buku-buku itu tergantikan dengan buku cerita anak. Saya menambah buku anak dijajaran buku-buku saya. Asyik sekali jika anak mengetahui dan bersemangat saat saya membacakan cerita buat mereka. Tinggal emaknya saja yang kewalahan menghadapi keinginan yang berbeda dari tiga anak.

Nah, sekarang, saya hobi dengan tanaman anggrek. Saya senang melihat perbedaan dari setiap anggrek. Pengenkah saya memiliki anggrek menarik seperti yang berseliweran di beranda? Oh, pengen sekali, tetapi untuk membelinya sampai mengeluarkan beratus-ratus ribu, saya belum rela.

Itulah koleksi yang pernah saya lakukan, tetapi saya tidak mengharuskan saya untuk memiliki barang koleksian. Saya mengkoleksi karena tujuan tertentu, bukan hanya karena mengagumi saja.

Seperti halnya buku, orang boleh saja meminjam buku saya. Saya akan memberikannya, hanya saja mereka harus menjaganya dengan baik. Begitu juga dengan prangko, saya mengoleksi prangko karena saya mempunyai sahabat pena. Bahkan saya pernah menjual prangko dengan teman, ya lumayan uangnya digunakan untuk jajann anak SMP

Bagaimana dengan anggrek? Nah, kalau yang satu ini, saya manfaatkan untuk menambah penghasilan. Selain menikmati keindahannya, anggrek yang ada bisa menghasilkan uang untuk dapur saya.

Jauh dari semua itu, saya yakin mungkin sebagian kita pernah mengkoleksi barang ya. Hanya saja barang yang menjadi koleksian itu berbeda jenisnya. Menurut saya tidak mengapa kita mengoleksi barang, asalkan tidak menjadikan diri kita lupa sampai memuja barang yang kita koleksi itu.

Ada orang yang dengan bangganya memamerkan barang koleksian yang terpajang di elatase kaca. Barang itu tidak boleh disenggol atau dimanfaatkan oleh orang lain. Nah, yang ini salah. Barang koleksian yang tidak bisa dimanfaatkan akan memberatkan timbangan di akhirat nanti.

Ada alasan pemubaziran dari kegunaannya merupakan sebabnya. Pakaian koleksian yang bertumpuk, yang tidak dipakai akan lebih baik jika diberikan kepada yang membutuhkan.

Itulah salah satu yang membuat saya takut untuk mengoleksi, yaitu terjerumus pada kemubaziran, sedangkan mubazir temannya setan dan setan itu kekal di neraka. Semoga kita terhindar dari perbuatan kesia-sian ya. Astagfirullahal adziim.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun