KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

Lebaran Boleh Pergi, "Stay Connected" Tetap Harga Mati

14 Mei 2021   23:22 Diperbarui: 15 Mei 2021   00:42 1838 9

Lebaran akan berakhir. Namun silaturahmi akan tinggal tetap. Hari raya itu akan berlalu pergi. Sementara tali persaudaraan dan keterhubungan dengan sesama, abadi.

Mengapa demikian? Kita menghadapi satu kenyataan yang sama: pandemi Covid-19. Belum diketahui pasti kapan musuh bersama itu akan berhasil ditaklukkan. Selama virus berbahaya itu masih bergentayangan, penerapan protokol kesehatan tetap tak bisa ditawar-tawar.

Jarak sosial tetap penting dijaga. Mobilitas fisik masih harus dihindari. Kontak fisik berupa jabat tangan, ciuman pipi, hingga pelukan tetap dibatasi. Tujuannya satu: memperlambat laju penyebaran.

Transmisi Covid-19 akan bergerak berbarengan dengan pergerakan dan interaksi manusia. Bila semakin minim intensitas relasi fisik dan semakin jauh jarak kontak langsung antarmanusia maka semakin sempit celah Covid-19 untuk menyebar.

Namun demikian, ihwal menjaga jarak bagi banyak orang bukan perkara mudah. Tidak gampang membatasi pergaulan antarindividu yang selalu terjadi secara langsung. Malah adalah sebuah kebutuhan afeksi untuk saling terhubung secara dekat. Bila tidak, akan timbul rasa kesepian dan keterasingan.

Dampak isolasi

Berdiam diri di rumah dalam jangka waktu lama, justru bisa memantik kekacauan psikologis. Jarak fisik yang dengan terpaksa dibangun bisa menimbulkan jarak sosial. Terbatasnya kontak sosial bisa merusak kesehatan mental seseorang.

Menurut sebuah studi dari American Psychological Association, seperti dilansir hackensackmeridianhealth.org, kurangnya hubungan sosial akan berisiko pada kesehatan seseorang. Merokok 15 batang sehari bisa menjadi salah satu pilihan pelarian.

Alasannya, terhubung dengan orang lain secara sosial adalah kebutuhan penting manusia. Menurut profesor psikologi dan peneliti Universitas Brigham Young Dr. Julianne Holt-Lunstad, sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan relasi dengan orang lain untuk menunjang kelangsungan hidup. Relasi sosial itu bisa membantu untuk melawan penyakit, berkembang, hingga bertahan hidup.

Orang yang mengambil bagian dalam aktivitas yang bermakna, produktif, dan sosial, umumnya hidup lebih lama, memiliki tujuan dan menjaga suasana hati yang lebih baik.

Bila kebutuhan tersebut terhambat atau tidak terpenuhi secara tepat maka akan menimbulkan masalah. Kesepian karena isolasi dalam waktu yang tidak singkat bisa mengganggu kesehatan seseorang. Sejumlah bukti ilmiah mengemukakan beberapa dampak keterasingan diri pada kesehatan seseorang seperti:
1. Depresi
2. Kualitas tidur buruk
3. Pengambilan keputusan terganggu
4. Cepatnya penurunan kesehatan mental
5. Terganggunya fungsi kardiovaskuler
6. Peningkatan risiko stroke dan/atau demensia
7. Dan tak kalah penting, terganggunya imunitas

Hal yang disebutkan terakhir itu adalah satu dari sejumlah ekses yang tidak ingin terjadi pada kita di masa pandemi ini. Imunitas adalah salah satu kunci untuk tetap bertahan dari terjangan Covid-19. Bisa dibayangkan risikonya bila sampai daya tahan tubuh terganggu. Apalagi pada kelompok rentan seperti anak-anak. Urusan akan menjadi lebih rumit.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun