Mohon tunggu...
Sukron  Makmun
Sukron Makmun Mohon Tunggu... Editor - Peneliti, penulis

I'm a go-lucky-man, just free me from all these rules from needing to find an explanation from everything, from doing only what others approve of...

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Syawal dan Saving Spiritualitas Ramadan

6 Juni 2020   11:01 Diperbarui: 6 Juni 2020   11:04 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok pribadi, courtesy by Canva design

Syawal berarti peningkatan. Idul Fitri yang jatuh pada tiap 1 Syawal hendaknya mengindikasikan bahwa amal perbuatan kita juga semakin meningkat. Ibarat HP (cellular phone), ketika batreinya diisi daya penuh 100% (fully charged battery) di malam hari, maka besoknya bisa tahan seharian. Demikian juga, ketika kita dapat mengoptimalkan Ramadhan dengan membaca al-Qur'an, qiyamullail, berzikir, dan hal-hal produktif lainnya, maka 11 bulan berikutnya, insyaallah, kita dapat menjaga stabilitas amal kita.

Setiap ibadah itu bisa maqbul (diterima/ sah) saja, atau maqbul plus mabrur (terjamin kebaikannya). Tandanya mabrur adalah, konsisten, berkelanjutan, serta memiliki efek individual dan sosial yang kuat. Ibadah dinyatakan sah ---secara fiqhi--- apabila syarat dan rukunnya terpenuhi dengan baik. 

Ibadah tersebut pasti sah, dan seorang Mukallaf telah gugur kewajibannya. Tapi apakah yang maqbul juga mabrur? Belum tentu! Seperti ibadah haji, sah, apa bila syarat-sah, wajib dan rukunnya terpenuhi. Artinya, ibadah bisa diselesaikan saat di Mekah. Tapi kemabrurannya hanya bisa dilihat ketika pak haji kembali ke tanah air.

Apakah sepulangnya dari tanah suci, ia berubah (signifikan) ---pribadi maupun perilaku sosialnya--- terhadap sesama maupun lingkungannya (termasuk binatang dan pepohonan)? Misalkan, dulu yang selalu menyiram bunga di kebun dan halaman rumah adalah pembantunya, tapi setelah ia haji, ia sendiri yang menyirami. Ia tampak lebih penyayang, lemah lembut pada istri dan anak-anaknya, kepada sopir dan pembantunya. Termasuk terhadap tanaman dan hewan-hewan yang ada di sekitarnya.

Karena Islam adalah rahmatan li al-Alamin (untuk seluruh alam). Artinya, tidak terbatas pada manusia, tapi juga makhluk-makhluk lain. Bahkan benda mati pun sejatinya, adalah makhluk hidup. Dalam kamus Allah Swt., tidak ada istilah benda mati. Sebab itu, tidak aneh jika al-Qur'an menggambarkan dengan apik pembicaraan Nabi Sulaiman a.s. dengan burung, semut, jin dan makhluk-makhluk Allah yang lain (lihat QS. an-Naml [27]: 16, 18, 38-39). 

Nabi Daud a.s. juga dikisahkan dapat mendengar gunung, air, dan bebatuan berstasbih. Dan masih banyak lagi kisah-kisah tentang para kekasih Allah yang mukasyafah, sehingga bisa mengakses alam-alam lain (alam malakut, jabarut dst). Artinya pandangan kita ini sangat terbatas. Karena kita baru sampai tahap husuli. 

Ilmu-ilmu inderawi seperti sains (sciences) dan pengetahuan (human knowledges) lain yang menjadi jangkauan mata kepala (al-bashar). Belum sampai pada ma'rifah (divine knowledge) yang biasa disebut dengan ilmu hudhuri/ ladunni, sebuah ilmu yang didapat karena melakukan riyadhatu an-Nafs dan tahdzibu al-Qalbi. Ilmu yang tidak dapat dijangkau kecuali dengan mata batin ('aini al-bashirah).

"...Yusabbihu lahu ma fi as-Samawati wa al-ardh..." Yang artinya: "...Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya..."(QS. al-Hasyr [59]: 24). 

"Tusabbihu lahu as-Samawatu as-Sab'u wa al-Ardh wa man fi hinna. Wa in min Syai'in illa yusabbihu bihamdihi walakin la tafqahuna tasbihahum." Yang artinya: "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah, dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka... " (QS. al-Isra'[17]: 44). 

Kalau tabungan spiritual (spiritual saving) kita minus, maka kemungkinan untuk optimal untuk 11 bulan berikutnya semakin tipis. Ibarat ATM, jika saldonya penuh, kita akan percaya diri kapan pun dan kemanapun kita pergi, tinggal gesek. Tapi jika sebaliknya, maka mau ke mana-mana juga ragu.

Manusia, pada umumnya ingin rukun, tidak ada sesuatu yang mengganjal di hati, tidak adap friksi-friksi yang berarti dengan saudara dan sesamanya. Itulah fitrah tiap manusia. Ketika bicara fitrah, maka tidak ada perbedaan satu sama lain no colours, no nationality, ethnic, even religion. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun