Ini pengalaman pertama saya buka puasa di salah satu masjid tua di Palembang. Rasanya kagum dan hati berdesau karena saya berada di antara para muslim. Sebagai non muslim melihat umat Islam bersama-sama menikmati buka puasa terasa indah sekali. Hidup berdampingan walau perbedaan agama tetap menjunjung persaudaraan.
Sore itu pukul 3, saya keluar dari kantor. Rencananya akan menemui Alan di Masjid Suro, salah satu teman komunitas karena selama ramadan dia lebih memilih berbuka puasa di masjid. Selain bisa sholat juga ingin lebih khusyuk menikmati suasana bulan puasa. Saat melewati Jalan Sekanak menuju Masjid Suro, saya singgah sejenak ke warung pempek. Tentu saja untuk menambah rasa nikmat saat berbuka puasa sambil menghirup cuko pempek.
Masjid Suro sudah berusia lebih dari 1 abad. Sebagai salah satu masjid tertua di Palembang, masjid ini bukan saja unik namun mengandung cerita sejarah di masa para ulama menyebarkan ajaran Islam dan berjuang mengusir penjajah dari bumi Sriwijaya. Saya melepaskan sepatu di halaman depan, namun salah satu marbot berkata agar sepatu saya dimasukkan ke dalam saja untuk menghindari hal yang tak diinginkan.
Sowan ke Masjid Suro Palembang
Tak seperti kalau biasa saya menemani teman-teman muslim sholat di masjid. Kali ini ada rasa berdebar sewaktu menginjakkan kaki ke dalam masjid Suro. Awalnya saya mengira akan mendapat penolakan ketika melihat seorang non muslim berada di dalam masjid. Bermata sipit dan berkulit putih. Namun, rasa itu ternyata sirna yang ada saya justru mendapat penerimaan yang baik dari orang-orang di masjid.
Saya duduk bersila kaki diantara karpet. Pengurus masjid tengah bersiap mondar mandir untuk menyiapkan menu berbuka. Bungkusan pempek yang saya pegang harus saya berikan ke salah satu marbot.
"Mokaseh yo, dek." sambut uluran tangan sembari tersenyum. Saya duduk di lantai masjid berlapis ambal. Melihat orang lalu-lalang menyiapkan menu berbuka. Beberapa jemaah terlihat sedang melakukan sholat di dalam. Duduk di dalam masjid ini membuat hati saya lebih tenang. Saya mengamati sekeliling masjid untuk pertama kalinya menginjakkan kaki.
Di dalam masjid Suro terdapat berbagai benda peninggalan sejarah seperti bentuk tiang penyangga masjid, mimbar berusia tua. Bagian yang menarik terletak pada kolam tempat wudhu yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kolam air yang ada di masjid Suro menjadi daya tarik tersendiri. Setiap akan wudhu maka kaki seakan menceburkan diri ke dalam kolam yang tingginya semata kaki.
Masjid yang terletak di daerah Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, memiliki nama asli Masjid Al mahmudiyah. Akan tetapi masyarakat sekitar lebih dikenal dengan nama masjid Suro. Selain letaknya strategis karena bisa menjangkau pusat kota Palembang lebih cepat, masjid Suro unik dengan ciri khas melayu ini tampak klasik dan tradisional. Bisa dilihat atap berundak-undak, bangunan masjid juga tampak kokoh berbentuk lancip pada ujungnya.
Sejarah Masjid Suro Palembang
Masjid Suro ini didirikan oleh Kyai Abdurrahman salah satu ulama besar Palembang pada tahun 1893. Menara masjid yang menjulang sekitar 10 meter menjadi ciri khas. Untungnya masjid ini sudah menjadi salah satu bangunan cagar budaya di Palembang.
Ada sekitar 16 tiang yang materialnya terbuat dari kayu unglen. Kayu-kayu ini tegak berdiri menjadi penyangga bangunan utama masjid. Menampung umat muslim yang sedang bertamu di rumah Allah atau sekedar beristirahat dari perjalanan jauh. Mimbar tempat khotbah masih dipertahankan keasliannya, terlihat dengan ciri khas ukiran motif bunga Palembang tanpa putus berwarna keemasan.
Tradisi Bubur Suro Saat Ramadan