Elisa Koraag
Elisa Koraag Freelancer

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mengoptimalkan Kemampuan Memelihara Kesehatan Jiwa dan Raga

16 April 2021   00:05 Diperbarui: 16 April 2021   00:17 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sempat ada satu masa, anak-anak menolak jalan bersama saya dan pak suami. Saya menjelaskan, segala sesuatu ada waktunya. Ini waktu kalian bersama orangtua. waktu bersama kawan nanti. Mereka memahami dan menerima. Ketika mereka SMA bahkan kuliah, mereka memperkenalkan kawan-kawan ke saya dan Pak Suami, sehingga kami tak canggung bertemu kawan mereka dan kawan mereka nyaman bertamu ke rumah kamu. itu hal-hal lain yang juga membuat saya bahagia. 

Kehidupan bagai pasang surut ombak di tepi pantai. Bohong kalau semua berjalan mulus seperti di jalan tol. Faktanya beda pendapat, cekcok itu, tetap ada. Cuma karena kami terbiasa membangun kehidupan berdemokrasi dan terbuka, maka segala sesuatunya dibicarakan. Tidak suka dan tidak nyaman disampaikan, Orangtua maunya apa dan anak maunya apa, dicari jalan tengah lalu dibuat kesepakatan. 

Di situasi pandemi yang sudah memasuki tahun ke dua, kami sudah semakin bisa mengendalikan diri termasuk mengendalikan emosi. mengapa? karena frekwensi berkumpul di rumah lebih sering. mau tidak mau gesekan-gesekan itu menguap dengan sendirinya. Sudah seminggu ini, kami suka jalan sore-sore berempat. memantau tukang jualan takjil. Bukan olahraga walau berkeringat juga.

Segelas es susu coklat segar tanpa gula, sajian usai olahraga / dokpri
Segelas es susu coklat segar tanpa gula, sajian usai olahraga / dokpri

Bicara olahraga, ini bagian dari upaya memelihara kesehatan raga. Saya dan pak Suami terlahir dari keluarga yang gemar berolahraga. kami sama-sama tergabung dalam tim bola volly, bola basket, lari jarak pendek, 100 m, dan 400 m termasuk estafet 4 x100 dan 4x 400 m. Olahraga tetap kami lakukan walau sudah menikah dan punya anak-anak. Kadang intensitasnya berkurang sisesuai dengan situasi dan kondisi tapi sejak saya dan pak Suami memlih bekerja dari rumah, kami terbiasa berolahraga sendiri. 

Oh ya, olahraga yang baik itu harus dilakukan dengan BENAR, TERATUR & TERUKUR. Jadi kalau para emak merasa sudah keluar keringat karena membersihkan rumah dan dilakukan berjam-jam, itu tidak masuk kategori olahraga. Setiap kejadian memang selalu ada pelajaran yang dapat dipetik. 

Pertengahan tahun 2017, suami saya mengalami stroke. Saat itu usianya 53 tahun. Stroke mengakibatkan ketidakmampuan, berjalan, melihat dan berbicara. Pukulan keras, buat saya dan kedua anak kami. Cuma bisa ikhlas, pasrah dan berserah serta meyakinkan ada rencana besar Tuhan, buat kami sekeluarga. 

Pemulihan kondisi suami, termasuk cepat. terbaring dan melakukan semua aktifitas di tempat tidur selama 3 bulan. Pada suatu siang, dia turun dari tempat tidur dan berjalan walau dengan berpegangan dan kaki yang gemetar. Terkejut sekaligus bersukacita. Langsung dong konsultasi ke dokter, karena ini progres yang luar biasa. Termasuk ketika, Pak suami bilang, eh ada cahaya! Berati matanya sudah membaik. 

Saya mengujinya dengan bertanya, bisa lihat wajah mama? Pak Suami mengulurkan tangan dan menyentuh wajah saya. Kembali saya terpanggil untuk melakukan yang terbaik. membuat jadwal menu makan, jadwal olahrga, dan jadwal terapi. 

Pak Suami memiliki keinginan sembuh yang sangat besar. Maklum saat itu, Si bungsu baru mau tamat SMP dan Si kakak tamat SMA. 6 bulan pertama Pak Suami berolahraga dan terapi di rumah. Jalan di tempat dan olahraga sambil duduk. Menguatkan kaki dan lengan. Di mulai dengan beban, membawa botol air minum kemasan yang 500 ml.

Ketika ada rezeki, saya membeli sepeda statis. Dimulai 10 menit sehari dua kali sampai mampu 30 menit, dua kali sehari. Hingga akhirnya bisa sehat, membaik 90 persen. Sudah bisa bawa motor jakarta-Bogor. Lalu kami menambah porsi olahraga dengan jalan kaki, setiap pagi, sekitar 4 km, selama 45 menit menjadikan olahraga sebagai kegiatan rutin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun