Diantika IE
Diantika IE Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa dan Level Kepedasan

21 April 2021   11:13 Diperbarui: 21 April 2021   11:20 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa dan Level Kepedasan
channelnewsasia.com

Puasa, memaksa seseorang menahan rasa haus dan dahaga sepanjang siang, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Kurang lebih 14 jam orang Indonesia menahan diri untuk tidak menyantap makanan apapun dan tidak meneguk air walaupun sedikit saja. Tidak hanya itu, puasa disyariatkan untuk turut menahan hawa nafsu dan amarah agar kualitas pahala yang didapatkan tidak berkurang.

Ketika berpuasa manusia dilatih untuk bersabar  dan berserah diri. Dilatih disiplin, dan memiliki tujuan ibadah yang lebih mantap dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Ketika berpuasa pola makan pun menjadi banyak berubah. Karena itu orang yang memiliki masalah lambung dianjurkan untuk lebih berhati-hati dengan pola makannya, terutama menghindari makanan pedas. Meskipun beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa kasus lambung bisa sembuh dengan berpuasa. Akan tetapi tidak berarti selama puasa boleh sembarangan makan makanan pedas.

Bicara makanan pedas, daya tahan seseorang terhadap makanan yang satu ini tentu berbeda-beda. Level pedas yang disanggupi pun pasti berbeda. ketika satu orang mengatakan bahwa sambal dengan cabai dua itu tidak pedas, tetapi bisa jadi bagi orang yang lainnya makan sambal dengan dua cabai dapat membuat sakit perut, mulas-mulas, hingga bolak-balik ke kamar mandi. Bahkan ada yang sampai berakibat fatal, karena memiliki penyakit asam lambung.

Perbedaan level kepedasan berlaku pula di dalam dunia komunikasi dan interaksi sosial manusia. Jika level kepedasan makanan bermuara di lambung manusia, maka level kepedasan lisan dan perkataan akan bermuara pada hatinya. Seseorang bisa saja menganggap apa yang dikatakannya bersifat normal, tetapi siapa sangka lawan biacaranya justru malah tiba-tiba tersinggung dengan apa yang dikatakannya.

unsplash
unsplash
Artinya, kita harus senantiasa belajar menyesuaikan level kepedasan dengan daya tahan hati lawan bicara kita. Jangan sampai apa yang kita katakan menyakiti hatinya. Layaknya seorang tuan rumah, menyajikan makanan yang dibuat lezat dan istimewa ketika dicicipi begitu lezat di indera pengecap. Begitu pula ketika bicara pun seyogyanya memilih kalimat yang enak didengar dan ditangkap dengan rasa.

Tentunya ada beberapa penyebab level kepedasan seeorang berbeda-beda. Di antaranya adalah:

1. Karena belum terbiasa

Seseorang yang memilih zona nyaman, makan makanan pedas hanya dengan dua cabai, akan kurang nyaman ketika makan sambal dengan lima cabai. Bisa jadi dia akan sakit perut. Begitu pula, ketika seseorang bercanda dengan level yang berbeda akan merasakan hal yang sama. Tiba-tiba merasa tersinggung, seketika kata-kata hilang dari mulutnya, enggan melanjutkan bahasan karena terlanjur kesal. 

Menghadapi orang seperti ini, bisa dengan cara terus melatihnya dan memberikan pengertian atau tetap membiarkan mereka aman dengan zonanya. Kita tidak akan membuat seseorang sakit perut dengan sengaja bukan? Kecuali jika memang berniat jahat.

2. Karena beda lingkungan

Sesesorang yang tinggal di daerah panas sudah terbiasa makan makanan pedas. Namun ketika ia pindah ke daerah dingin ia begitu mudah sakit perut. Artinya, lingkungan sangat berpengaruh terhadap ketahanan fisik dan kesehatan seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun