Dhany Wahab
Dhany Wahab Penulis

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Itikaf dan Karantina Hati

15 Mei 2020   07:15 Diperbarui: 15 Mei 2020   07:13 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Itikaf dan Karantina Hati
wahdah.or.id

Ramadan memasuki fase sepuluh hari terkhir, amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW di saat memasuki penghujung ramadan adalah i'tikaf. Berdiam diri di masjid untuk merehatkan segala aktifitas duniawi dan fokus pada muhasabah diri dengan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT.

Dengan beri'tikaf terdapat banyak hikmah yang akan diperoleh oleh seorang muslim. Yaitu ketika seseorang semakin mendekat kepada Allah maka kasih sayang-Nya juga akan semakin terasa dekat, kemudian Allah akan menjaga jiwa orang tersebut dari tipu daya dunia.

Melalui i'tikaf kita bisa bermeditasi dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do'a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an. Merenungkan perjalanan hidup sebagai hamba sahaya yang mungkin saja selama ini terlalu sibuk dengan urusan dunia. Kita terlena dengan hiruk pikuk rutinitas harian yang tanpa sadar menjauhkan diri dari Illahi robbi.

Dalam diri setiap insan sejatinya senantiasa bermohon kepada Allah SWT agar mendapatkan kebaikan dunia dan akherat secara bersamaan. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar yang berarti : "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"

Ruang dan waktu kesendirian yang disediakan dalam Islam yakni melalui I'tikaf sebagai media untuk berkomunikasi dengan sang Khalik. Konektivitas seorang hamba dengan Tuhan sebagi perwujudan hablum minallah merupakan bentuk ketundukan dan kepasrahan yang totalitas. Segala permasalahan yang kita hadapi pada akhirnya mesti diserahkan kepada Sang Maha Kuasa yang menguasai kehidupan ini.

I'tikaf sebagai upaya 'karantina hati' agar kita tidak tersandera oleh godaan dan cobaan dunia yang menjerumuskan pada kemunkaran. Dengan menjalani i'tikaf kita mengonsentrasikan hati supaya beribadah penuh kepada Allah. I'tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan memutuskan diri dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk.

Orang yang beri'tikaf hanya berkonsentrasi beribadah kepada Allah. Dengan hati yang berkonsentrasi seperti ini, ketergantungan hatinya kepada makhluk akan berganti kepada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih kepada Allah. Ini tentu saja merupakan maksud besar dari ibadah yang mulia ini.

I'tikaf semakin sempurna jika dilakukan dengan ibadah puasa, i'tikaf lebih afdhal (utama) dilakukan pada hari-hari puasa. Puasa jasadi dengan tidak makan dan minum ditambah dengan i'tikaf untuk berdiam diri adalah sarana untuk menata dan mengelola hati. Karena segala perilaku dan gerak gerik kita bermula dari segumpal daging yang bersemayam di dalam tubuh kita.

Dari An Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)." -- HR. Buchori

Baiknya hati adalah dengan takut pada Allah, rasa khawatir pada siksa-Nya, bertakwa dan mencintai-Nya. Jika hati itu rusak, yaitu tidak ada rasa takut pada Allah, tidak khawatir akan siksa-Nya, dan tidak mencintai-Nya, maka seluruh badan akan ikut rusak. Karena hati yang memegang kendali seluruh jasad.

Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh yang dikendalikan. Oleh karena itu, seorang muslim hendaklah meminta pada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh urusannya. Sebaliknya, jika rusak, maka tidak baik pula urusannya. (https://rumaysho.com/3028-jika-hati-baik.html)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun