Cak Glentong
Cak Glentong Guru

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Puasa Belajar Merasakan Manisnya Iman

4 Mei 2021   23:20 Diperbarui: 4 Mei 2021   23:27 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa Belajar Merasakan Manisnya Iman
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Pelajaran penting dari puasa yang sering kita abaikan adalah belajar bagaimana menikmati iman kita, hingga bisa merasakan buah iman yang manis rasanya.  Di bilan yang suci ini kita latih hati kita agar merasakan iman. Allah berfirman Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS Al-Anfaal 2)
Setelah membaca ayat di atas, laki-laki itu merasa sangat sedih,  ada kekuatan yang tiba-tiba menusuk-nusuk hatinya. Ia bertanya dalam hati " Mengapa saat disebutkan nama Allah hatiku tidak bergetar??Mengapa saat dibacakan ayat-ayat Allah, aku tidak merasakan imanku bertambah?? Bukankah Allah menjelaskan jika ciri-ciri orang yang beriman saat disebutkan nama Allah hatinya begetar, jika dibacakan Al-Qur'an imannya bertambah. Mengapa hatiku tidak bergetar????".
Laki-laki itu merasakan hatinya telah tertimpa suatu penyakit atau di dadanya belum tumbuh Iman sehingga dia tidak merasakan getar apapun. Ia mencemaskan buruknya iman yang ada dalam dadanya, diam-diam dia berpikir " Apakah diriku sudah terserang virus munafik??". Bukankah Allah juga menjelaskan, banyak orang yang mengaku beriman, tetapi dia belum beriman.  Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (QS Al-Baqarah 8)
"Apakah dihatiku sudah ada virus munafik??" Pertanyaan yang memenuhi ruang hatinya. Jika iman diumpamakan seperti pohon yang baik, ia ingin sekali merasakan manis buahnya. Tetapi telah lama berusaha, tetapi ia belum juga merasakannya. Diam-diam ia membeli berbagai jenis MP3 bacaan Al-Qur'an, mengkoleksi suara-suara merdu para qori' terbaik di dunia, mulai As-Sudais, Shathiri, Ghomidi, An-Najmi dan Al-Mishri. Ia ingin larut dalam bacaan Al-Qur'an, tetapi suara merdu para qori' itu juga membuat hatinya bergetar. Dirinya semakin yakin, virus munafik telah menyebar dalam dadanya.
Hatinya semakin sedih saat membaca ayat selanjutnya
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya ( Qs  Al-Baqarah 10)

Dalam hati ia berkata " Jangan-jangan hatiku sakit. Sehingga tidak merasakan manisnya Iman." Pada saat kesedihannya memuncak, ia beranikan diri bertanya kepada seorang ustadz, diceritakan semua keluhannya. Sang ustadz hanya tersenyum, dipandanginya lelaki paruh baya didepannya. Lalu sang ustadz " Mengapa tidak bapak coba mencari manisnya iman dengan cara yang lain?. Seperti mengasuh anak yatim. Coba asuh anak yatim. "  
Dorongan yang kuat untuk merasakan manisnya Iman, membuatnya mengikuti perkataan sang ustadz, diasuhnya dua anak yatim, dibiarkan tinggal di rumahnya. Suatu malam, ia mengundang seorang guru ngaji untuk mengajari dua anak yatim tersebut. Diam-diam ia mendengarkan dari teras suara anak yatim tersebut. Terdengar suara anak yatim mengaji membaca Al-Ikhlas dengan suara khas anak-anak, cepat dan cedal, tentu dengan makhroj dan tajwid yang masih jauh dari memadai.
Tetapi saat mendengar suara anak yatim mengaji, tiba-tiba dia merasa dadanya sesak, air matanya mau jatuh, lalu air mata itu dengan cepat membasahi pelupuk matanya. Air mata jatuh. Ia menangis. Ia menangis, tanpa tahu mengapa menangis. Ada keterharuan yang memenuhi ruang hatinya. Ia menangis, tetapi dalam tangis itu merasakan kebahagiaan yang belum pernah dialami sebelumnya. Apakah ini getar iman???.
Pernahkah kita mengalami perasaan seperti lelaki di atas?. Kita merasa hati kita berpenyakit, karena tidak merasakan getar Iman?. Setiap kita mendengar Qur'an dibaca atau ketika kita sendiri yang membacanya, namun tidak ada getar dalam hati. Mungkin kita pernah mengalami keadaan seperti itu, lantas kita merasa ada sesuatu yang mengetuk pintu kesadarann kita. Mungkin kita menangis saat anak kecil membaca Al-Qur'an dengan suaranya jujur dan polos, tanda renda-renda kesenian. Mungkin juga kita merasakan kebahagiaan yang aneh, setelah memberi makan kepada orang yang kelaparan.
Rasanya kita perlu mengingat kembali kisah Umar bin Khoththob, hati Umar  yang terkenal keras dan tabiatnya yang kuat bagai baja, kebenciannya yang meluap-luap kepada Nabi Muhammad SAW bagaikan gemuruh kawah gunung berapi di dadanya. Umar ingin segera membunuh Nabi baru dari jazirah Arab itu, memenggal lehernya. Hanya dengan membunuh Muhammad, kebenciannya akan sirna. Dengan pedang terhunus, Umar mencari Nabi, berjalan tegak menuju Darul Arqom. Di tengah jalan, seseorang menghentikannya, mengoloknya karena di rumahnya sendiri, sang adik Fathimah telah masuk Islam.
Hati Umar yang keras bagai baja. Luruh begitu mendengar Fathimah membaca Al-Qur'an. Hatinya keras melunak. Ia ingin membacanya sendiri. Seperti tawanan yang kalah perang, Umar patuh saat adik menyuruhnya bersuci dulu sebelum menyentuh lembaran Al-Qur'an. Umar membaca dan hatinya segera luluh. Ia merasakan getar kebenaran dalam hatinya. Getar iman yang menghancurkan tembok kesombongannya. Umar dengan bergetar membaca surat Thoha :
Umar yang asli Arab, yang faham kekuatan sebuah syair. Merasakan jika yang dibaca bukan syair. Ada yang maha sempurna, yang telah mengajari Muhammad kata-kata indah ini. Ini bukan karya sastra produk budaya. Tetapi dari sisi Tuhan Yang Maha Tinggi. Umar masuk Islam, menjadi pahlawan Islam yang rela mengorbankan apa saja demi tegaknya kalimah Allah. Manisnya getar iman telah mengubah Umar menjadi pribadi yang selalu dikenang manusia sesudahnya dengan tinta emas, pribadi tegar dan mengagumkan. Manusia agung yang berjalan di atas jalan kemuliaan dan pergi meninggalkan dunia dengan cara yang mulia juga.
Ada banyak jalan seseorang merasakan iman, kita bukan Umar yang bisa merasakan bedanya syair dengan firman Allah. Ada banyak jalan untuk merasakan manisnya iman. Mungkinkah hati kita telah membatu?? Sehingga getar iman tidak pernah singgah di hati kita !! Ada seorang pemuda datang ke rumah sahabatnya, pada saat jam hampir menunjukkan angka 12 malam. Dengan ragu, takut dan malu, ia mengetuk pintu rumah sahabat dekatnya. Sahabat membuka pintu dengan rasa heran. Tapi pintu tetap diipersilahkan sahabatnya masuk. Selanjutnya, dia hanya bisa terharu mendengarkan sang sahabat bercerita tentang dosa yang telah ia kerjakan. Isak tangisnya terdengar serak dan parau. Apakah pemuda ini sedang merasakan getar iman, sehingga mempunyai keberanian untuk mengungkap penyesalannya, kemudian menguatkan hatinya untuk bertaubat !. Setelah bertaubat, ia merasakan sesuatu yang membuat hatinya tenang.
Ada seorang remaja membangunkan ibunya saat malam sudah larut. Sang ibu terkejut, melihat anaknya menangis di dekat kakinya. " Ada apa, Nak?? Mengapa engkau menangis??". Sang anak dengan suara pelan menjawab " Aku mau minta maaf. Aku telah berbuat salah padamu, bu. Aku takut jika di akhir pagi nanti, aku mati tanpa sempat meminta maaf padamu." Sang ibu memeluknya. Sang ibupun menangis. Keduanya berpelukan. Keduanya menangis dalam  tangisan bahagia. Rasanya, hanya manisnya iman yang bisa membuat anak dan ibu itu menangis bersama, dalam tangis bahagia.
Manisnya iman bisa datang kapan saja. Bisa lewat pintu Al-Qur'an, Shodaqoh, Haji, sholat malam atau saat kita teringat dosa-dosa di masa lalu. Ketika seseorang merasa iba terhadap kemiskinan tetangganya, kemudian membantunya, setelah membantu  hatinya merasa gembira, tidak kuatir akan hartanya berkurang. Orang itu sudah merasakan buah iman yang manis rasanya.  Dan lebih luar biasa jika manisnya iman bisa kita sebarkan ke sekitar kita, sehingga banyak orang yang merasakan manisnya iman kita.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun