Besse Herdiana
Besse Herdiana Dosen

Saya perempuan yang selalu gagal menghibur diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Tolong Jangan Ada Lagi Tanya pada Setiap Percakapan di Momen Lebaran

17 Mei 2021   21:49 Diperbarui: 17 Mei 2021   22:20 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moment lebaran baru saja usai menyisakan stoples yang isinya hampir kosong, 'tumbu' yang daunnya sudah berubah warna karena dipanaskan berkali-kali, ataukah tapai yang mulai senyar rasanya. 

Tahun lalu kita sibuk berdebat perihal istilah mudik dan pulang kampung. Dan tahun ini larangan mudik kembali diberlakukan. Media kembali ramai menyuguhkan informasi-informasi terkait pelarangan tersebut, mulai dari disuruh putar balik dan lain sebagainya, tidak ketinggalan karikatur-karikatur yang direpost berkali-kali untuk menggambarkan betapa kecewanya kita karena setelah tahun lalu gagal menyampaikan pelukan dan tahun ini kembali gagal lagi. Sudah terlalu banyak rindu yang harus ditabung. 

Saya mengapreasiasi betapa kreatifnya karikatur-karikatur yang entah pertama kali dibuat oleh siapa yang sangat related sekali. Gerbang yang ditutup dengan bata, gambar helikopter disertai dengan meme on the way pulkam dan lain sebagainya. Beberapa hal coba digambarkan secara simbolik, bahwa betul-betul tidak ada celah untuk pulang meskipun hanya untuk sekadar mengikat "burasa" atau pun menikmati semerbak harum masakan 'nasu likku' ibu yang dimasak dengan penuh cinta. Yang terjadi kemudian adalah indah dalam teori gagal dalam penerapan, sebut saja saya meminjam istilah anti marxisme (eh, sesekali tak apalah).  Saya pikir jawabannya cukup jelas, beberapa orang-orang lebih gercep selangkah memilih mudik sebelum tanggal diberlakukannya pelarangan mudik (nah kan?). 

Tolong jangan ada lagi tanda tanya pada setiap percakapan di momen lebaran adalah judul panjang untuk tulisan singkat ini, dan tidak akan lolos kurasi untuk sebuah judul tulisan yang syaratnya harus sedikit singkat dan jelas, tapi katakan saja tulisan ini adalah bentuk suara-suara yang harus saya suarakan bukan karena ingin ikut kompetisi penulisan judul (hehe). 

Salah satu moment yang hangat saat lebaran adalah berkumpul dengan keluarga yang di dalamnya sudah ada nenek, tante, om, sepupu baik dari pihak ayah ataupun ibu. Pada saat ini terjadi biasanya sejumlah pertanyaan klise akan diajukan (kepada kita, kamu, dia,  dan mereka). Deretan pertanyaan ini semacam ritual panjang yang menurut saya lebih kepada rasa ingin tahu berlebihan pada privasi orang, bukan sebagai bentuk kepedulian. 

Mengapa suasana yang hangat harus berubah menjadi menyeramkan karena deretan pertanyaan yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk ditanyakan? Mengapa tidak diganti dengan percakapan hal-hal lain yang lebih ringan dan saya yakin akan membuat awet muda sebab selalu tersenyum jika mengingatnya. Misalnya saja siapa yang paling sering ngompol di celana saat ramai-ramai dulu menginap di rumah nenek, dan hal lainnya. 

Kapan nikah? Kerja dimana? Anak sudah berapa? Suamimu kerja dimana? Istrimu kerja dimana? Anakmu kenapa kurus sekali? Kenapa kamu kok gemukan/ kurusan? Gaji berapa?. Pertanyan-pertanyaan yang menyerang personal dan mematikan kepercayaan diri orang. Akan sangat baik kalau pertanyaannya disertai dengan solusi "eh kamu belum kerja kan? Kamu kerja di perusahaan A saja, suami saya kebetulan kerja di sana dan sedang membutuhkan lowongan". Parahnya kalau jawaban dari pertanyaan itu dijadikan sebaga pembanding dengan menjadikan capaian orang sebagai standarisasi untuk orang lain. Ah, betapa banyak sakit hati yang kita cipatakan karena rasa ingin tahu yang "over"? 

Eh, selamat idulfitri. Mari saling memaafkan!

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun