Akmal Husaini
Akmal Husaini Wiraswasta

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ramadan dan Perisai Penangkal Radikalisme

2 April 2022   08:40 Diperbarui: 2 April 2022   08:44 1820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan dan Perisai Penangkal Radikalisme
Toleransi - kompasiana.com

3 April 2022, seluruh umat muslim di Indonesia akan menjalani ibadah puasa Ramadan. Pemerintah telah menetapkan tanggal tersebut, sebagai awal mulai puasa. Tentu saja seluruh umat muslim menyambut gembira. Karena Ramadan merupakan bulan yang special dibandingkan bulan-bulan yang lain. Bulan suci Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh dengan ampunan, dan bulan yang bergelimang pahala. Tak heran jika banyak orang menebar bibit kebaikan di bulan suci, untuk mendapatkan keberkahan.

Namun, apakah semua orang benar-benar melakukan hal tersebut? Tentu setiap orang punya sudut pandang sendiri. Satu hal yang perlu kita waspadai adalah masih masifnya bibit radikalisme yang terus menyebar melalui media sosial. Penyebaran bibit radikal ini menjadi persoalan, karena terus melakukan provokasi, menyebar hoaks yang membuat masyarakat sulit membedakan mana yang benar dan tidak. Terlebih jika informasi yang beredar tersebut dihubungkan dengan sentimen agama, rawan memicu konflik di tengah masyarakat.

Jika kita semua sepakat bahwa Ramadan merupakan bulan introspeksi, bulan untuk menebar kebaikan, semestinya praktek penyebaran hoaks dan provokasi itu bisa dihentikan. Praktek tersebut jelas tidak memberikan manfaat, apapun motif atau kepentingan yang melatarbelakanginya. Seringkali motif agama disisipkan didalamnya. Contoh kecil adalah praktek penendangan sesaji di gunung Semeru beberapa waktu lalu, oleh pemuda dengan berpakaian gamis. Dalam video yang sempat viral tersebut, sang pemuda meneriakkan takbir lalu membuang dan menendangnya. Alasannya, sesaji bisa membuat Allah murka. Padahal, sesaji tersebut merupakan praktek keagamaan yang dilakukan oleh umat Hindu. Jika kita mengaku muslim, semestinya tidak perlu mempersoalkan. Sang pemuda akhirnya harus berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Masih banyak contoh yang bisa kita cari. Dalam kesempatan ini, sebagai perwakilan dari generasi penerus, saya hanya mengingatkan. Mari kita berproses bersama, mari saling menghargai keberagaman. Karena keberagaman merupakan bagian dari anugerah yang diberikan Allah SWT kepada kita semua, yang patut dijaga dan dilestarikan. Tak perlu terus mencari kesalahan, kejelekan, atau menghubungkan dengan sentimen keagamaan. Indonesia terlahir sebagai negara yang dipenuhi dengan keberagaman. Ribuan suku yang terbentang dari Aceh hingga Papua, membawa latar belakang yang berbeda, termasuk dalam hal keyakinan.

Sekali lagi, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, mari kita jadikan bulan suci Ramadan ini sebagai bulan untuk introspeksi. Mari kita jadikan semangat Ramadan ini untuk menghilangkan bibit radikalisme yang mungkin ada dalam diri kita. Mari tangkal virus radikalisme dengan memperbanyak berbuat baik di bulan suci. Kuatkan keimanan di bulan suci ini, agar provokasi dan hoaks tidak mudah masuk. Jika kita sudah bisa membentengi, maka sebarkanlah pesan-pesan positif sebagai bentuk ibadah di bulan suci.

Saatnya bergotong royong memberantas konten radikalisme di dunia maya. Mari terus sebarkan nilai-nilai kearifan lokal. Ketika Ramadan pun, tanpa disadari kita semua telah mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Saling bersedekah, saling berbagi takjil, saling bergotong royong seringkali menjadi pemandangan di bulan suci. Begitu juga dengan toleransi antar umat beragama, juga seringkali kita lihat. Mari terus kita jaga. Jadikan bulan suci Ramadan ini menjadi momentum, untuk menguatkan komitmen dalam menangkal bibit radikalisme dalam diri, lingkungan, dan negeri kita. Salam.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun