Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Puasa dan "People Power"

10 Mei 2019   16:09 Diperbarui: 15 Mei 2019   13:46 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Kepala Polresta Tangerang Komisaris Besar Sabilul Alif mendampingi seorang biksu membagikan takjil kepada pengendara yang lewat di depan Markas Polsek Tigaraksa, Senin (13/5/2019). | Foto: HUMAS POLRES KOTA TANGERENG

Rasanya tidak ada suatu ritual yang memberikan suatu dampak "kekuatan sosial" yang sedemikian besar, kecuali puasa. Hampir di seluruh dunia, puasa di bulan Ramadan telah memberikan suatu semangat "people power" menggerakkan setiap orang untuk memenuhi masjid-masjid dan musala untuk menjalankan salat Tarawih berjamaah. 

Tidak hanya itu, semangat egalitarianisme dalam berpuasa jelas menumbuhkan kesadaran etis dimana setiap orang yang menjalankannya sadar sepenuhnya, betapa mereka diikat oleh satu ritual bersama, memiliki tujuan yang sama, dan menginginkan satu harapan yang sama, yaitu dinilai suatu kebaikan oleh Tuhan.

Namun, entah apa yang membuat sebagian orang membanggakan bahkan mengagungkan "people power" tanpa didasari semangat egalitarianisme, bahkan dengan cita-cita dan tujuan-tujuan yang sama sekali berbeda. 

Sebagian dari mereka yang menjalankan puasa, justru menggalang "people power" dengan cara "long march" demi menuntut suatu keadilan politik. Dorongan mereka melakukan demonstrasi jelas mengandung motif politik: keinginan agar kelompok mereka memenangkan suatu kontestasi apapun resikonya. 

Sedangkan berpuasa tanpa ada motif apapun dibelakangnya, secara mekanis telah menggerakan kesadaran kolektif dalam hal semangat kemanusiaan: menimbang kesalahan diri sendiri bukan kesalahan pihak lain (muhasabah); bersabar atas segala hal; menumbuhkan kebaikan akhlak sebagaimana cermin dari nilai-nilai puasa.

Puasa memang tidak lain merupakan bentuk "people power" paling lembut, sebab kekuatan sosial yang timbul justru berupa semangat untuk memperbaiki diri, memanusiakan manusia melalui peneladanan atas sifat-sifat Tuhan yang Maha Agung. 

Tanpa harus teriak-teriak dalam panggung-panggung orasi politik, nilai-nilai puasa sedemikian halus merasuk ke dalam jiwa setiap muslim yang menjalankannya, lalu menggerakkan dirinya untuk tunduk bersimpuh dihadapan kekuatan sang Maha Kuasa yang mendekapnya dari berbagai penjuru. Maka, masjid-masjid dimanapun menjadi saksi atas suatu kenyataan "people power" yang dahsyat namun bersahaja. Mereka tak lain sekadar berharap kemuliaan dan keberkahan atas satu bulan yang lebih baik dari "seribu bulan", bahkan bulan dimana kitab suci Alquran diturunkan.

Nilai-nilai etik yang terserap dari suatu ritual puasa, sudah semestinya membentuk kepribadian seseorang menjadi lebih matang dan sempurna. Tanpa harus secara terang-terangan menggaungkan "people power", puasa telah memiliki lebih dari "kekuatan sosial" yang dimaksud, bahkan cenderung dekat kepada nilai-nilai ubudiyah yang bersifat ilahiyah bukan kecintaan atas dunia yang lebih menjauhkan dirinya dari hubungan-hubungan pribadinya dengan sang Khalik. 

Memahami aspek puasa secara lahiriyah, tentu saja hanya terbatas pada perspektif bersabar menahan waktu berbuka puasa, sehingga motif-motif lain yang berkekuatan duniawi lebih banyak membentuk wajah dan nuansa berpuasanya tersendiri.

Namun, mereka yang mengalirkan nilai-nilai etik puasa ke dalam jiwanya, dengan berupaya mengurangi kecenderungan duniawiahnya, jelas memiliki motif murni dalam menggapai rida Tuhan. Memang, ada saja puasa yang dilatarbekakangi motif politik, namun itu tak dilakukan di bulan Ramadan, biasanya mereka yang mengharap dianugerahi Tuhan kekuatan politik yang dapat menggerakkan "people power" dalam perebutan kekuasaan, seperti misalnya yang terjadi dalam sejarah politik raja-raja Nusantara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun