Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Lansia Harus Bekerja?

27 April 2024   08:05 Diperbarui: 27 April 2024   08:11 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lansia bekerja. (Freepik/prostooleh)

Kesehatan dan Ketahanan Fisik Lansia

Ketika mempertimbangkan apakah lansia harus terus bekerja, pertanyaan pertama yang sering muncul adalah tentang kondisi kesehatan dan kemampuan fisik. Secara teoretis, ide bahwa lansia harus terus berkontribusi melalui pekerjaan tampak adil, terutama jika mereka masih sehat dan aktif. Namun, secara skeptis, kita perlu bertanya: apakah standar kesehatan dan kemampuan fisik yang sering diklaim cukup untuk membenarkan ekspektasi bahwa mereka harus terus bekerja?

Dunia kerja modern, yang sering kali menuntut kecepatan dan efisiensi tinggi, bisa sangat menantang bahkan bagi pekerja yang lebih muda. Lansia mungkin menghadapi kesulitan untuk bersaing dalam lingkungan yang sangat dinamis dan serba cepat ini, di mana stres kerja bisa berdampak buruk pada kesehatan mereka. Meski ada beberapa lansia yang memang masih mampu bekerja, generalisasi bahwa semua lansia sehat dan mampu berkontribusi di tempat kerja tampaknya terlalu berani dan mungkin tidak realistis.

Lebih lanjut, sementara pekerjaan bisa membantu menjaga keaktifan fisik dan mental, tekanan untuk tetap produktif bisa menimbulkan risiko stres yang berlebihan, yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada. Seharusnya ada pertimbangan lebih mendalam mengenai jenis pekerjaan apa yang benar-benar sesuai untuk lansia, tanpa membawa anggapan bahwa mereka harus memenuhi standar yang sama seperti pekerja lebih muda. Tentu saja, ini memunculkan pertanyaan tentang seberapa adilnya pasar kerja terhadap lansia, dan apakah benar bahwa mereka tidak lebih dari sekedar 'sumber daya' yang perlu 'dimanfaatkan' selama masih mungkin.

Stabilitas Finansial dan Kemandirian Ekonomi

Masalah kedua yang penting untuk dipertimbangkan adalah kebutuhan finansial lansia. Seringkali, argumen yang dibuat adalah bahwa lansia perlu terus bekerja untuk memastikan stabilitas finansial mereka. Secara permukaan, ini tampak sebagai solusi pragmatis untuk masalah pensiun yang sering tidak mencukupi. Namun, jika kita melihat lebih jauh, adakah keadilan dalam memaksa lansia untuk terus bekerja hanya karena sistem pensiun yang gagal menyediakan kesejahteraan yang memadai?

Dari perspektif skeptisme, kita harus bertanya mengapa tanggung jawab finansial ini jatuh begitu berat pada bahu mereka yang seharusnya menikmati tahun-tahun emas mereka. Dalam banyak kasus, lansia terjebak dalam pekerjaan karena kebutuhan ekonomi, bukan keinginan atau semangat kerja. Situasi ini mengungkap kekurangan sistem kesejahteraan sosial yang lebih luas yang gagal menangani kebutuhan dasar populasi lansia, memaksa mereka untuk terus terlibat dalam pekerjaan yang mungkin sudah tidak sesuai dengan kapasitas atau minat mereka.

Skeptisisme ini membawa kita pada pertanyaan apakah masyarakat modern telah gagal dalam memberikan rasa penghargaan dan penghormatan yang seharusnya kita berikan kepada lansia. Daripada melihat lansia sebagai bagian integral dari ekonomi yang harus terus produktif, mungkin sudah waktunya untuk menilai kembali bagaimana kita mendefinisikan nilai dan kontribusi seseorang terhadap masyarakat, di luar kapasitas ekonomi semata. Ini juga menyinggung isu lebih besar tentang bagaimana kita memandang kerja dan kesejahteraan di tahap akhir kehidupan.

Kebutuhan Sosial dan Kebermaknaan Kerja

Alasan ketiga yang sering diajukan untuk mendukung lansia yang terus bekerja adalah kebutuhan sosial dan mental mereka untuk tetap terlibat dan merasa berguna. Kedengarannya mulia---kerja tidak hanya sebagai sarana ekonomi tapi juga sebagai penghubung sosial dan sumber kepuasan pribadi. Namun, pandangan ini mungkin terlalu idealistis dan tidak sepenuhnya memperhitungkan realitas yang lebih keras yang dihadapi banyak lansia di tempat kerja.

Dari perspektif skeptisme, gagasan bahwa semua pekerjaan memberikan kepuasan sosial dan pribadi bisa jadi merupakan anggapan yang terlalu optimistik. Banyak lansia mungkin berada dalam pekerjaan yang tidak mereka nikmati atau yang tidak memberikan interaksi sosial yang bermakna. Pekerjaan bisa menjadi sumber stres besar dan isolasi, terutama jika lingkungan kerja tidak mendukung atau jika pekerjaan tersebut adalah pekerjaan rendahan yang tidak memanfaatkan pengalaman atau keahlian mereka.

Lebih jauh, asumsi bahwa semua lansia membutuhkan atau menginginkan pekerjaan untuk merasa diperlukan mungkin mengabaikan kebutuhan individu dan preferensi mereka untuk rekreasi, istirahat, atau bentuk-bentuk lain dari partisipasi sosial yang mungkin lebih memuaskan dan kurang menuntut. Sementara pekerjaan memang bisa menjadi cara untuk menjaga lansia tetap terhubung dengan masyarakat, pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah ini merupakan rute terbaik untuk mencapai inklusi sosial bagi semua lansia.

Jadi, ketika kita mengusulkan bahwa lansia harus terus bekerja demi kebutuhan sosial dan mental mereka, kita perlu skeptis dan mempertanyakan apakah ini benar-benar untuk kebaikan mereka, atau apakah ini cara lain masyarakat untuk menghindari tanggung jawab memberikan dukungan yang lebih kreatif dan penuh empati. Harus ada ruang untuk mempertimbangkan alternatif yang memungkinkan lansia untuk tetap aktif dan terlibat tanpa tekanan untuk tetap berada di pasar kerja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun