Mohon tunggu...
Hasna A Fadhilah
Hasna A Fadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Tim rebahan

Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Buka Bersama, Ajang Pencitraan Dunia Maya?

19 Mei 2018   18:56 Diperbarui: 19 Mei 2018   21:22 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan puasa, selain bulan penuh berkah bagi umat muslim, juga merupakan bulan dimana kita semua menjadi lebih sosial dibandingkan sebelumnya. Makan bersama saat berbuka, yang dulunya cukup dilakukan di rumah, sekarang menjadi aktivitas sosial.

Bahkan bagi beberapa orang, terutama pejabat publik, buka bersama bukan sekedar makan, tapi juga acara protokol kenegaraan. Tiap hari berbeda penyelenggara dan tempat pelaksanaan. Dan banyaknya undangan berbuka puasa bersama juga menjadi tolak ukur seberapa populer kita di kalangan masyarakat.

Bila undangan anda masih sebatas alumni sekolah dan kawan kerja, bisa dibilang itu masih taraf rakyat biasa. Bila anda sudah ranahnya politisi, mungkin bisa berbuka bersama di rumah dengan keluarga adalah momen yang cukup langka.

Okelah kita tidak perlu meributkan acaranya buka bersama ala mereka, yang perlu kita amati adalah fenomena di kalangan kita-kita saja. Semenjak hadirnya sosial media, setiap pertemuan berarti pula satu postingan. Entah itu di Facebook, Twitter, atau Instagram. Begitu pula acara buka bersama, entah itu bersama kerabat maupun rekan kerja.

Semuanya akan kurang afdhol bila belum ada foto bersama yang kemudian diabadikan lewat sosial media. Dan ini sah-saja sebetulnya. Tapi yang kemudian disayangkan adalah momen keakraban yang seringkali hanya sebatas insta saja, tanpa menyentuh realitanya. Sering kali saya perhatikan satu keluarga setelah foto bersama, justru semuanya sibuk sendiri dengan hape masing-masing.

Si kakak sharing di Instagram, emak-bapaknya pun tak lupa berbagi di grup WA keluarga, si adek pun ikut sibuk membalas komentar dari kawannya. Makan dua tiga suap, kembali lagi ke layar telepon genggam karena temannya baru saja reply. Minum belum habis separuh gelas, eh ada komen yang belum terbalas. Kembali lah ke dunia maya yang sepertinya tidak ada batas.

Ngobrolnya para anggota keluarga ini justru lebih syahdu di dunia maya, dibandingkan dunia nyata. Ayah ibu hanya mengobrol sekilas untuk melihat menu, anak-anak hanya mengangguk pelan sambil memencet tombol layar kacanya. Tawa di foto tadi hilang kemana ya? Akrabnya kok tiba-tiba lenyap? 

Fenomena di masyarakat biasa yang hanya indah di layar sosial media ini justru berbanding terbalik dengan politisi negeri kita. Masih ingatkah saudara-saudara saat Fahri Hamzah dan Fadli Zon mengkritik habis-habisan Jokowi via twitter? Kritik mereka yang begitu pedas, justru tidak terlihat ketika wartawan mengabadikan mereka saat buka bersama waktu lalu.

Satu sama lain terlihat akrab dan saling bercanda. Padahal para pendukung masing-masing sudah hampir menyiapkan amunisi untuk 'perang sosial media', lah kok ini idolanya malah tertawa-tawa saja, bagaikan tidak ada masalah besar sebelumnya.

Nah dari dua perbandingan tadi, sebenarnya yang mana ya yang lebih pencitraan? Keluarga yang terlihat akrab di sosial media atau politisi kelihatan 'garang' di dunia maya?  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun