Mukhotib MD
Mukhotib MD Penulis

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Kliwon, Episode Mbabar Jati Diri (Tamat)

15 Juni 2018   22:01 Diperbarui: 15 Juni 2018   22:09 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kliwon, Episode Mbabar Jati Diri (Tamat)
(Sumber Foto: www.kampungdakwah.or.id)

Setengah hari penuh, warga dusun Bluwangan ibarat rama-rama di awal musim penghujan. Mereka hilir mudik, keluar masuk rumah tetangga, saling mengunjungi dan meminta maaf. 

Ketika bertemu di jalan kampung, mereka ibarat semut-semut yang meniti cabang pohon, saling menyapa dan berjabat tangan. Kliwon dan keluarganya, pun seperti yang lain, mereka mengunjungi tetangga yang dituatakan.

Keluarga-keluarga muda seperti keluarga Kliwon, bisanya tak seramai kunjungan di rumah para sesepuh dan pinih sepuh. Kadang malah hanya teman-teman dekat yang tinggal di kampung itu sendiri. Meski karena jenang dodolnya, rumah Kliwon masih lebih banyak dikunjungi tetangga dibandingkan dengan keluarga tetangga yang seusianya.

Tetapi lebaran kali ini agak berbeda. Tamu berombong-rombong dengan kendaraan pribadi tak kurang dari sepuluh kendaraan datang ke rumah Kliwon. Semuanya menggunakan sarung, baju putih dan jas warna hijau dengan logo sebuah pesantren besar yang terkenal di tanah Jawa. 

Kliwon tak mau menerima langsung tamu-tamu itu. Ia tahu persis, mereka itu keluarga besarnya dari kampung yang sudah ditinggalkannya hampir 30 tahun lamanya.

Kliwon masuk ke dalam rumah. Legi membujuk agar mau menerma kedatangan keluarga besarnya yang diikuti para santri-santri perempuan dan laki-laki. Tetap menolak, Abdurrahman terpaksa menggantikan menerima tamu-tamu itu. Dzul, rajab dan Syawal juga beberapa tetangga lain membantu menata kursi yang dipinjam dari tetatangga kanan dan kiri rumah Kliwon.

Setelah semua mendapatkan tempat duduk, para tetangga dusun Bluwangan diminta mengambil tempatnya masing-masing. Tak semuanya mendapatkan kursi, sebagian duduk di tumpukan bnata, di emper rumah, dan ada juga yang duduk-duduk di bawah pohon rambutan, pohon kelapa, dan tentu pohon nangka di sudut barat halapan rumah Kliwon.

"Sudah 30 tahun Kliwon bersama ibu dan bapak, menjadi tetangga dan sebagian menjadi seperti saudara," kata Abdurrahman dengan berdiri di depan pintu rumah Kliwon. Ia memberikan sambutan dan menjelaskan tujuan kunjungan para tamu ke dusun Bluwangan.

'Mereka yang datang berombong-rombong akan meminta Kliwon untuk kembali, mengakhiri masa tirakatnya, masa lakunya," kata Abdurrahman.

Orang-orang saling pandang, mereka tak mengerti apa yang dikatakan Abdurahman. Yang mereka tahu Kliwon, ya, Kliwon, si tukang panjat pohon kelapa, suaminya Legi, bapak dari dua anak laki-laki, Si Pon dan Wage. 

Mereka selama ini hidup miskin karena mengandalkan penghasilan sebagai tukang panjat pohon kelapa. Sekarang, ada tamu dengan kendaraan-kendaraan bagus, dan kata ustadz Abdurrahman mereka semua keluarga Kliwon dan para santri-santri di pesantren milik keluarga Kliwon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun