Mukhotib MD
Mukhotib MD Penulis

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Kliwon, Episode TOA 8 Arah Mata Angin

5 Juni 2018   23:39 Diperbarui: 5 Juni 2018   23:51 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kliwon, Episode TOA 8 Arah Mata Angin
(Sumber Foto: www.islamreformis.wordpress.com)

Kliwon tak pernah tahu sejak kapan tradisi keliling kampung anak-anak muda setiap waktu sahur. Ketika ia remaja, tradisi membangun warga sudah berjalan, dan dirinya terlibat melanjutkannya. Saat ini, kedua anaknya yang melanjutkan tradisi membangun sahur warga selama bulan puasa.

Sebenarnya, pernah sekali waktu, tradisi mau dilarang melalui Surat Edaran Pak RT. Alasannya, tidak semua warga menjalankan ibadah puasa. Sehingga tabuhan bedug yang diarak keliling kampung itu, dan juga alat-alat lain yang dipukulkan sehingga menjadi pikuk di dini hari itu dianggap mengganggu warga yang tak berpuasa.

"Larangan itu dicabut sebelum diberlakukan," kata Kliwon saat buka bersama keluarganya.

"Kenapa tidak jadi dilarang, Mo?" Tanya Pon dengan menunjukkan mimik yang penasaran. Sebab Pon sendiri mengaku mengikuti kegiatan keliling kampung itu sangat menyenangkan.

"Masyarakat bilang itu sudah tradisi nenek moyang di Dusun Bluwangan," kata Kliwon.

(Sumber Foto
(Sumber Foto
Menurut Kliwon juga, semua warga sudah memahami dan tidak mempersoalkan pikuk dini hari itu, termasuk warga yang tidak menjalankan ibadah puasa. Mereka memberikan toleransi bagi umat Islam yang sedang menjalani puasa dalam meraih kemenangan di bulan suci Ramadan.

"Mengubah tradisi keliling kampung membangunkan sahur itu bisa membangkitkan kemarahan nenek moyang," lanjut Kliwon.

Proses membantu warga agar bisa terbangun dini hari untuk makan sahur sebenarnya tak hanya melalui cara berkelil;ing kampung dengan mengangkut bedug dari masjid. Di Dusun Bluwangan, pada pukul 03.00, sudah bisa dipastikan Syawal akan meneriakkan waktu sahur melalui pengeras suara di Masjid yang jumlahnya delapan buah, memenuhi seluruh arah mata angin.

"Sahur, sahur, sahur. Sudah pukul 03.00, bangun sahur. Sahuuuur, sahuuur, sahuuur," begitu lantunan suara Syawal yang tidak bisa dibilang merdu melainkan lebih berkecenderungan sember.

Setengah jam, setelah Syawal berteriak sahur, sahur, dan membangun warga dengan volume pengeras suara diposisi penuh, lalu akan dilantunkan pembacaan ayat Suci Alquran sejak pukul 03.30 sampai pukul 04.00. Lalu, setelah memasuki waktu Imsak, Syawal akan mengumandangkan waktu Imsak, dan mengajak warga untuk jangan lupa berniat puasa untuk hari esok.

Begitulah, dua tradisi membangunkan sahur di dusun Bluwangan. Tak pernah ada masalah, sampai datang warga baru, sepasang suami istri, yang mengontrak rumah persis di sebelah kanan Masjid Kampung. Laki-laki bernama Sadran itu, mengatakan keliling menggotong bedug itu bid'ah, mengada-ada dan tak ada dasar hukumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun