Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Buka Puasa Bersama dengan Menu Utama Obrolan tentang Seseorang

19 Mei 2018   16:20 Diperbarui: 19 Mei 2018   16:34 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain berusaha untuk tidak berlebih-lebihan, sebetulnya aku juga ingin berusaha bisa menahan diri untuk tidak nyinyir terhadap kelakuan orang lain. Ada adab bila kita melihat kesalahan atau keburukan orang. Yang pasti bukan membicarakan mereka. Tapi gimana yah?

Dua atau tiga hari yang lalu, seorang teman menulis di blognya tentang buka bersama. Judulnya sangat menarik, 'Buka Bersama atau Dosa Bersama?'. Isinya, dia melihat kalau acara buka bersama yang seharusnya mempererat tali silaturahim malah menjadi acara penumpuk dosa. Sesama teman membicarakan teman yang tidak datang, melewatkan solat magrib, makan berlebihan, dan melewatkan solat tarawih.

Apakah semua orang yang datang di acara buka bersama seperti itu? Sebetulnya tidak juga. Itu mungkin adalah refleksi dari apa yang dilihat atau dialami oleh temanku tadi. Walaupun aku juga mengalami sih, berbuka puasa bersama kerabat dengan menu utama obrolan tentang seseorang.

Untuk pembelaan diri, aku tidak pernah membicarakan orang tentang fisiknya dan materinya. Aku membicarakan orang tentang ide dan kelakuannya. Ideku kadang suka aneh juga sih, dan kelakuanku juga tidak bisa dibilang bagus. Namun membicarakan kelakuan dan ide orang bisa menjadi bahan introspeksi diri kan?

Secara umum, aku tidak akan menyebutkan nama ketika membicarakan kelakukan dan ide buruk orang lain. Aku akan berkata, "ada tau orang yang aneh. Dia bla... bla... bla..." atau "Ada tuh aku pernah ketemu orang yang bla... bla... bla..."

Kecuali pada orang tertentu yang lawan bicaraku adalah orang yang aku percaya dan memang mengenal orang yang aku bicarakan. Dan yang pasti, lawan bicaraku sefrekuensi denganku. Sehingga aku bukan menyebar keburukan orang. Suatu saat, kita perlu juga mengekspresikan kekesalan kita juga, kan? Bukan mau menjadikan teman sebagai tempat sampah, tapi aku hanya ingin membagi perasaanku. Gak salah kan?

Seperti kemarin lusa, saat buka puasa bersama dengan seorang teman yang aktif mengurus perpustakaan komunitas (dia tidak suka disebut pegiat literasi karena dia hanya suka membaca dan malas menulis). Kami membicarakan seorang (yang menyebut diri) penulis yang menurut kami logika tulisannya tidak berdasar. Bahkan di tulisannya, ada kabar bohong yang digunakan sebagai acuan. Hal tersebut menurut kami agak meresahkan sehingga kami mendiskusikannya sampai ke latar belakang orang tersebut.

Aku tahu itu tidak baik. Namun untuk mengerti bagaimana logika seseorang, kita harus memahami latar belakang orang tersebut juga kan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun