Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Masjid, Kembalikan kepada Persoalan Keumatan Saja

20 Mei 2018   20:49 Diperbarui: 20 Mei 2018   21:12 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Taqwa Metro (tribunnews.com)

Setiap ada masjid di situlah ada kerinduan akan Allah. Itulah ungkapan yang sepertinya layak untuk disampaikan kepada rumah Allah itu. Masjid sebagai tempat suci yang menjadi sarana mendekatkan diri melalui rangkaian ibadah ternyata tidak hanya berkaitan dengan shalat saja. 

Karena masjid hakekatnya adalah juga sebagai tempat berkumpul para jamaah untuk menyelesaikan persoalan keumatan. Meskipun masjid memiliki manfaat yang kompleks ternyata masjid tidak diperkenankan untuk melakukan perniagaan dan aktivitas yang diharamkan.

Maka dari itu, fungsi masjid yang begitu kompleksnya semestinya tidak dilibatkan pada persoalan yang masih diperdebatkan. Seperti masalah politik yang terkadang ketika diperbincangkan di dalam masjid akan muncul ketidak netralan masjid pada partai politik tertentu. 

Jika persoalan politik dimasukkan ke dalam masjid maka akan terjadi pergesekan yang bisa memunculkan persengketaan dan konflik yang tiada habisnya. Ibarat perjudian, politik itu pertaruhan antara manusia dengan manusia lain yang melibatkan uang. JIka melibatkan uang seringkali menganggap masjid sebagai barang dagangan yang bisa seenaknya untuk dipertaruhkan. 

Contohnya seperti ketika hendak mencalonkan diri, si A tiba-tiba mendatangi masjid dan berbicara kepada jamaah bahwa ia hendak berkampanye (bersosialisasi) dan dalam berkampanye tersebut kebanyakan mereka menyumbang masjid seperti karpet, jenset dan lain sebagainya. 

Sayangnya ketika mereka berbicara manis di hadapan jamaah, tujuannya untuk mendapatkan dukungan. Masih beruntung jika calon memenangkan kontestasi. Nah, yang justru membuat miris ketika calonnya kalah, maka pihak penyumbang tadi merasa kecewa dan benda-benda yang disumbangkan ke masjid akhirnya diambil kembali. 

Hal ini banyak terjadi di masjid-masjid yang memang dijadikan basis politik. Belum lagi jika para pengurusnya terlihat aktif mendukung calon yang berbeda, maka yang terjadi pengurus masjid itupun pecah kongsi dan bermusuhan hingga tidak lagi bertegur sapa lantaran beda pilihan politik. Masjid menjadi korban karena melibatkan jamaahnya yang kemudian mengalami kemalasan, karena pemimpinnya justru terlihat permusuhan.

Berbulan-bulan berlalu pengurus ini masih saja bermusuhan, tentu dampaknya kegiatan masjid menjadi terhambat.

Masih berutung jika perbedaan tersebut menjadi rahmat dan saling memahami, repotnya jika keduanya belum bersikap dewasa dalam politik maka munculnya small group yang melibatkan jamaah. 

Menggunakan masjid boleh saja berbicara politik tapi harus mengedepankan semangat toleransi dan perbedaan pendapat yang muncul di dalam umat Islam sendiri. Karena tanpa prinsip itu, masjid hanya akan menjadi arena adu banteng yang memporak-porandakan persatuan Isam sendiri.

Membaca masjid, berarti membaca kemajuan umat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun