Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Masjid Dambaan dalam Bias Duniamu

20 Mei 2018   10:39 Diperbarui: 20 Mei 2018   11:09 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cloud Mosque by David McEachan - foto: pexels.com

Andai aku bisa mengunjungi Hagia Sophia di Istanbul. Mungkin masjid megah di Turki ini akan menjadi masjid favoritku. Bagus sekali foto-foto masjid ini di Instagram. Beberapa selebritis tenar pernah kesana. Bersyukur dan takjub mereka ungkap. Dengan kalimat tasbih dan takbir mereka memuji kemegahan. Islam itu besar dan agung dalam peradaban.

Atau yang sering saya lihat di timeline FB, mereka yang berfoto di masjid Nabawi. Membuat iri. Ingin rasanya suatu waktu ke sana. Memuji keagungan Nabi dengan masjidnya di tanah Haram. Mungkin mereka yang pernah kesana. Merasa dekat sekali dengan para nabi. Napak tilas mereka ribuah tahun lalu, membangun Islam bisa dirasakan. Ah, jadi tambah ingin hati terbang ke sana.

Dan hei, aku juga ingin pergi ke masjid Kubah Emas, di Beji Depok. Megahnya masjid dipadu ukiran emas, membuat pesona Islam indah. Mungkin hatiku pun akan bergetar dengan keimanan di masjid apung Amirul Mukminin di Makassar Islam. Dan dari tamsilan masjid-masjid ini seharusnya menjadi cermin umatnya. Kalau Islam itu kaya harta, kaya hati, dan kaya mengasihi. 

Belum lagi masjid akulturasi budaya di sekitar archipelago kita. Betapa indah masjid Cheng Hoo di Surabaya. Unsur Tionghoa dan cara ber-Islam umat Tionghoa indah mewarnai perbedaan. Juga, masjid Agung Demak dengan bauran mesra Islam dan Hindu. Islam yang sangat Nusantara. Betapa sejatinya Islam tiada pernah memaksa. Masjid ini mewarnai aqidah dengan budaya, tanpa hilang hakikat syahadatnya.

Tapi kawan, coba kamu tengok inginmu? Kau ingin mencari dan mengunjungi masjid favoritmu bukan. Sudahkah kau temui?

Bisa jadi pilihan masjid favoritmu karena pengaruh dan bias perkataan orang lain? Karena katanya masjid ini itu megah, mewah atau unik. Karena ungkap temanmu, masjid di Eropa megahnya bukan main. Karena kata rekan kerjamu, mereka merasa lebih khidmat di masjid di tanah Haram. Atau menurut tetanggamu, ada yang istimewa dengan arsitektur pada masjid akulturasi.

Hei, coba kau ingat masa kecilmu. Kau dulu merasa senang ngaji di langgar dekat rumah pak lurah itu. Saat kau dan Iwan temanmu berlarian kian kemari di langgar itu. Langgar itu kini sudah dipugar. Menjadi masjid yang lumayan besar. Dan setiap mudik, kau tidak lupa sholat berjamaah disana.

Atau sebuah masjid dekat rumah yang dulu sering kau buat tidur usai shubuhan saat Ramadhan. Di masjid itu juga kau mencari takjil gratis. Dulu kau pernah adzan dengan lafaz yang salah disana dulu saat SD. Dan kau ditertawai orang sekampung. Atau semalaman kau takbir dan memukul bedug setiap malam takbiran tanpa lelah. Ya, di masjid di dekat tanah lapang di RT sebelah.

Usah lagi kau jauh-jauh mencari masjid favorit kawan. Entah di belahan bumi lain. Ataupun di negara yang sudah makmur.

Masjid dambaanmu adalah masjid yang tumbuh bersamamu. Kadang, iapun tumbuh bersama keluargamu. Masjid yang waktu kecil kau kunjungi bersama almarhum ayahmu dulu. Masih kuat kau ingat, sarung kecilmu mlorot ketika berdiri seusai sujud. Dan masjid itupun yang kini kau tuju bersama anakmu. Cerianya anakmu sholat tarawih bersamamu. Mengingatkamu, dirimu sewaktu kecil dulu.

Dan di masjid favoritmu itu nanti, mungkin jenazahmu ingin disholatkan. Insyallah.

Salam,

Solo, 20 Mei 2018

10:46 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun