Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran dari Kontroversi Kontra Qatar saat Lawan Australia

18 April 2024   14:20 Diperbarui: 18 April 2024   14:31 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Indonesia bermain kontra Qatar di laga perdana Grup A Piala Asia U23. Foto: Dok. PSSI via Kompas.com

Ungkapan sepak bola bukan saja olahraga otot, tetapi juga olahraga otak radanya tak salah. Kendati secara kasat mata, otot menjadi salah satu kunci ketahanan stamina para pemain selama 90 menit atau lebih, tetapi resistensi otot itu perlu juga ditopangi oleh kemampuan otak. 

Hal itu bisa belajar dan bertolak dari pengamatan pada mega bintang, Lionel Messi. Seturut penilaian pengamat sepak bola, bintang asal Argentina ini sangat jarang sekali mencetak gol pada lima belas menit di awal laga. 

Alasannya, Messi biasanya memperhatikan dan mengamati taktik lawan, termasuk bagaimana lini belakang lawan bertahan dan bekerja sebagai sebuah tim. Ketika pemain berjuluk La Pulga itu sudah mempelajari taktik lawan, baru kemudian dia mulai memainkan aksi-aksi ciamiknya. 

Gaya Messi itu sangat jelas bahwa permainan sepak bola tak semata-mata permainan otot, tetapi membutuhkan kemampuan otak untuk menganalisi kerja lawan. Kemampuan menganalisa dan membaca gaya lawan itu bisa membantu dalam kekuatan mental dalam menghadapi situasi tertentu, termasuk dalam mencari solusi meruntuhkan permainan lawan. 

Hal ini pun barangkali menjadi salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari laga Timnas Indonesia U23 dari laga perdana kontra tuan rumah Qatar di Grup A Piala AFC U23. 

Dalam laga itu, Indonesia harus mengakui keunggulan tuan rumah Qatar. Laga itu, oleh sebagian pendukung di tanah air sangat kental bernuansa kontroversi. Kontroversi itu tampak lewat pemberian dua kartu merah untuk Timnas Indonesia oleh wasit Nasrullo Kabirov.

Kabirov sepertinya lebih dipengaruhi oleh reaksi dari para pemain Qatar, daripada berkonsultasi pada VAR atau juga melihat dengan jeli apa yang terjadi. Sontak saja, pemberian kartu merah itu mengganggu stabilitas permainan Indonesia.  

Dua kartu merah itu serupa dengan apa yang dialami oleh Barcelona saat Ronald Araujo mendapat kartu merah ketika bermain kontra Paris Saint Germain di leg kedua perempat final Liga Champions (17/4/24). Kartu merah itu meruntuhkan mental Barca yang sementara unggul 1-0 atas tamunya PSG. Efek lanjutnya, Barca harus tunduk 4-1 di kediaman sendiri dari PSG. 

Sama persis dengan Indonesia yang kehilangan dua pemain. Keseimbangan permainan timnas Indonesia menjadi hilang. 

Di balik kartu merah yang dinilai penuh dengan kontroversi itu, sekiranya tersirat pembelajaran yang paling penting. Termasuk, pelajaran bagaimana menghadapi provokasi lawan. Di sini, pelajarannya bukan saja berkaitan dengan aspek otot, tetapi lebih pada aspek otak dari para pemain.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun