Asep Nurjamin
Asep Nurjamin Dosen

Sedang berusaha untuk menjadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Mengapa Saum Ini Terasa Berat dan Menyiksa?

5 Juni 2018   14:30 Diperbarui: 5 Juni 2018   14:40 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Saum Ini Terasa Berat dan Menyiksa?
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengapa saum kita begitu terasa menyiksa?

Betapa beruntungnya orang yang telah merasakan nikmatnya menjalani saum ini.

Memasuki hari kedua puluh sebenarnya badan kita sudah mulai terbiasa. Seharusnya saum kita sudah menjadi lebih baik. Hati sudah menerima keadaan ini. Akan tetapi, kita malah merasa semakin menderita.

Tahukah Anda , apa penyebabnya?

Pertama, karena selalu membayangkan makanan dan minuman. Hasrat untuk mengumpulkan makanan menjadi berlipat-lipat saat. Semua makanan dibayangkan enak dan lezat. Bahkan makanan yang pada hari biasa jarang disentuh. Godaan ini sangat kuat manakala kita tak bisa menahan diri dari hasrat membayangkan makanan. Ingatlah bahwa saum sepatutnya mendidik diri kita untuk menahan diri dari syahwat terhadap makanan.

Jangankan makanan enak dan lezat, makanan biasa pun terasa istimewa dan nikmat, jika dibayangkan. Inilah godaan terbesar bagi orang saum. Padahal setelah datang saat makan dan minum, makanan ituterabaikan dan tak termakan. Jika pikiran kita selalu tertuju pada makan, dua belas jam saum akan terasa sebagai siksaan yang berat dan hampir tak tertahankan.

Oleh karena itu, sebaiknya kita berusaha sekuat tenaga untuk mengalihkan pikiran kita pada hal yang lebih bermanfaat. Misalnya, dengan konsentrasi pada pekerjaan, menghindari kontak pandang dengan makanan dan minuman. Termasuk menghindari kontak pandang dengan gambar makanan atau gambar orang yang sedang makan minum.

Kedua, selalu mengingat-ingat dirinya sedang saum. Secara psikologis masalah ini akan membulkan perasaan lemas, tidak bergairah untuk melakukan kerja atau aktivitas lainnya. Karena saya sedang berpuasa, maka saya tidak dapat bekerja sebagaimana biasa. Perasaan inilah yang menghantui orang yang sedang saum sehingga produktivitasnya menurun. Ini tidak benar.

Ingatlah, pada zaman Rosulullah, sahabat, tabiit, serta tabiin justru banyak peperangan besar dilakukan pada saat menjalankan ibadah saum. Jadi jika saum kita hendak meniru saumnya mereka, tidak sepatutnya saum membuat rendah kinerja kita.

Ketiga, selalu merasa sedang menunggu waktu berbuka. Segala kekesalan dan penyakit orang yang sedang menunggu terkumpul dalam hati orang seperti ini. Betapa menderita orang yang saum seperti ini. Pikirannya tak lepas hasrat untuk segera berbuka.

Buanglah pikiran seperti itu. Lakukanlah aktivitas yang bermanfaat. Kegiatan "ngabuburit" juga mengandung pengertian menunggu waktu berbuka, biasanya dilakukan dengan melakukan aktivitas sebagai perintang waktu. Sebaiknya ini dilakukan dengan melakukan kegiatan yang justru melembutkan hati dan menguatkan kesadaran akan makna ibadah saum. Misalnya, dengan meningkatkan frekuensi baca Alqur'an dan mentadaburi isinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun