Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pengendalian Impor Beras ala Prof BJ Habibie dan Beberapa Opsi Alternatif

20 Januari 2018   13:08 Diperbarui: 20 Januari 2018   22:04 2726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: AgroIndonesia

Polemik beras kembali mencuat di bulan Januari 2018 sekarang ini. Seperti biasanya, polemik berkisar seputar isu nasionalisme swasembada, jumlah stok dan produksi beras nasional, harga yang melambung tinggi, dan haram halalnya impor beras. Polemik ini biasanya tidak lama dan segera berakhir dalam waktu dekat ketika beras impor sudah masuk dan kemudian diikuti oleh musim panen.

Polemik seperti ini bukan yang pertama kalinya. Di Era Reformasi pernah terjadi di tahun 2004, kemudian mereda dan hilang. Berjangkit kembali di tahun 2009/10, kemudian mereda dan hilang. Kambuh lagi di tahun 2015, sama seperti pola terdahulu, kemudian mereda dan hilang. Sekarang kambuh lagi dan jauh lebih gaduh dari yang terdahulu karena kita memasuki tahun politik.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah penyakit kambuhan ini belum ada obatnya? Jawabnya, obatnya ada dan sangat sederhana. Namun, obat itu tidak dapat digunakan karena vested interests dan sangat kuatnya jaringan kroni MIB. Jaringan Mafia Impor Beras. Selain itu, obat itu belum dapat dimengerti oleh Presiden Joko Widodo yang insinyur kehutanan dan bukan ekonom. Maaf ini hanya dugaan saja dan mungkin ada hal lain yang lebih strategis yang digunakan Beliau dalam mengambil kebijakan impor beras ini.

Coba kita lihat cara Prof. B.J. Habibie mengendalikan impor beras. Caranya cerdik sekali, walaupun Beliau juga bukan ekonom dan sebetulnya bidang keahlian utama Beliau adalah aeronautika atau industri pesawat udara. Cara pengendalian impor beras yang diadopsi oleh Prof Habibie tersebut menghasilkan stabilitas harga beras nasional yang terbaik dalam sejarah perberasan nasional. Bukan itu saja, cara ini tidak sesen pun membebani keuangan negara serta mendorong terbentuknya jaringan beras internasional di Indonesia. Dan, yang tak kalah pentingnya adalah cara yang diadopsi oleh Beliau dapat secara efektif melindungi para petani di sentra-sentra produksi beras.

Apa cara itu? Caranya sederhana sekali dan sudah terbukti efektivitasnya di banyak negara dan di Indonesia sendiri ketika Beliau menjabat Presiden RI Ketiga (21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999).

Beliau memerintahkan agar impor beras dikendalikan melalui mekanisme tarif. Tarif diturunkan jika harga beras di Pasar Induk Cipinang Jakarta terus mengalami kenaikan dalam beberapa minggu. Hasilnya, harga akan bergerak turun dan kembali ke tingkat semula seiring dengan masuknya beras impor dan musim panen telah tiba.

Pada waktu musim panen ini tarif dinaikan sehingga volume impor beras menurun drastis dan otomatis harga dalam negeri tidak merosot sehingga nasib para petani terlindungi dengan baik. Selain itu, Presiden Habibie juga memerintahkan agar para saudagar beras, koperasi, BUMN, pedagang beras kelas menengah dan kecil diberi kemudahan dan keleluasaan untuk mengimpor dan mengirim beras impor itu ke Pasar Induk Cipinang dan sentra-sentra perdagangan beras yang lain di seluruh pelosok Nusantara. 

Sayang, cara cerdik Beliau ini tindak berlanjut di masa-masa presiden RI selanjutnya. Tidak diteruskan oleh Presiden Gus Dur, oleh Presiden Megawati, SBY, dan sekarang oleh orang yang saya kagumi, Presiden Joko Widodo. Beberapa menteri kabinet di Era Presiden SBY sebetulnya pernah menyuarakan agar cara cerdik Prof Habibie itu digunakan kembali. Beliau-Beliau tersebut mencakup Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan dua orang Mantan Menteri Koordinator Ekonomi yaitu Rizal Ramli dan Hatta Radjasa. Maaf ada ralat sedikit. Gus Dur dan Megawati masih menerapkan kebijakan impor beras Habibie. Kebijakan Habibie baru dicabut di awal periode pertama masa Presiden SBY yaitu di tahun 2004. Ketika itu rezim SBY menerapkan kebijakan larangan impor beras dan harga beras melejit tinggi karena melesetnya angka dan/atau ramalan angka produksi panen raya waktu itu. Selanjutnya impor beras diberlakukan dengan sistem kuota.

Walaupun demikian, suara ketiga Pejabat Tinggi Negara ini tidak didengar oleh Presiden SBY ketika itu. Kebijkan kuota impor beras tetap dilanjutkan dan pemerintah juga menggelontorkan uang dalam jumlah triliuan rupiah untuk mendukung operasi pasar Bulog. Hasilnya? Uang negara ludes, rakyat sengsara, petani menjerit, dan para Mafia Impor Beras (MIB) berposta pora.

Beberapa penulis yang lain termasuk saya sendiri pernah juga menyuarakan hal yang sama dengan Bapak-Bapak Menteri Kabinet tersebut. Ini kami suarakan pada masa-masa awal Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo yang kita hormati. Ini kami suarakan ketika kisruh beras impor kembali kambuh sekitar bulan Februari Maret 2015. Hal yang serupa pernah penulis suarakan juga dalam kasus kisruh impor daging sapi dan impor bawang putih. 

Coba klik ini: "Pikiran-pikiran Tak Terukur Petinggi Negara: Kebijakan Swasembada Pangan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun