Mohon tunggu...
Nafis Alfa Dzikri 23107030057
Nafis Alfa Dzikri 23107030057 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Mencintai dengan sederhana Menyukai komedi ringan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pesona Mt Bismo di Libur Lebaran dan Juga Mitosnya

18 April 2024   13:29 Diperbarui: 18 April 2024   13:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan Pakis : Dokumen pribadi

Libur lebaran merupakan momentum yang di tunggu-tunggu bagi sebagian orang untuk beristirahat, pulang kampung untuk menyambung silaturahmi dengan keluarga, atau bahkan untuk pergi ke tmpat wisata guna menjernihkan pikiran setelah lelahnya bekerja.

Kami berlima pun tak ingin melewatkan momen libur lebaran dengan sia-sia. Kami berlima pun memutuskan untuk mendaki gunung Bismo setelah sebelumnya berencana ke gunung Andong tapi merasa nanggung kalau hanya ke gunung itu.

Kami berangkat dari Jogja sehabis asar menuju rumah Husain untuk packing barang yang akan dibawa untuk keperluan mendaki. Setelah shalat magrib kami berangkat dari rumah Husain menuju base camp gunung Bismo via Silandak yang bertepat di Dusun Silandak, Slukatan, Mojotengah, Wonosobo. Kami sampai di base camp sekitar setenagh sepuluh malam, dan dilanjutkan mengemasi barang tambahan untuk mendaki pada malam itu juga.

Sekitar jam setengah sebelas malam, kami sudah selesai packing barang dan juga regertrasi simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) dengan biaya tiga puluh ribu per orangnya. Sebelum berangkat, kami dijelaskan tata tertib atau aturan yang harus dipatuhi selama pendakian. Peraturan yang diberikan kurang lebih sama dengan gunung gunung lain namun ada tiga aturan wajib yang harus dipatuhi, yaitu dilarang membawa boneka, dilarang mengenakan atribut apapun yang berwarna kuning, dan dilarang berfoto di atas batu tumpeng.

Dengan rasa penasaran saya menanyaka megena kenapa tiga hal tersebut harus dipatuhi, namun penjaga base camp menolak untuk menjelaskan pada malam itu, beliau akan memberitahu alasan peraturan tersebut saat kami sudah kembali dari atas.

Kami berlima mulai berjalan dari base camp menuju pos 1 dengan jarak sekitar dua kilometer. Setelah sekitar satu kilometer kami berjalan kami sampai di gerbang pintu masuk gunung Bismo via Silandak. Kami pun melanjutkan perjalanan sembari memberi salam sebagaimana saran penjaga base camp tadi, sebagai tanda kita adalah tamu di tempat tersebut.

Setelah melewati pintu masuk tadi, jalan yang dilewati berupa tangga dari semen yang sudah dibuat penduduk untuk memudahkan mobilitas. Begitu tangga buatan habis, disitulah pos 1 Dewabrata berada, kami beristirahat di selter beberapa menit dan setelahnya melanjutakan perjalanan kembali menuju pos 2. Perjalanan menuju pos 2 kita disuguhkan jalan setapak bertingkat seperti tangga yang agak berlumpur dan licin sebab habis diguyur hujan.

Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 sekitar empat pu;luh lima menit. Di pos 2 yaitu hutan pakis, kita bisa mendirikan tenda untuk bermalam, namun kami memutuskan untuk terus melanjutkan pendakian agar sampai di pos 4 atau camp area sebelum subuh. Seperti namanya perjalanan dari pos 2 ke pos 3 kami disuguhkan pemandangan kiri dan kanan berupa vegetasi alami yaitu tumbuhan pakis yang begitu lebat hingga terlihat seperti jaman dinasaurus.

Selain vegetasi alaminya, gunung Bismo juga mempunyai satwa khas yang ada dan dilindungi disana, yaitu lutung Jawa. Lutung Jawa atau Lutung Budeng merupakan satwa asli Indonesia yang persebarannya meliputi pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Lutung Jawa termasuk hewan langka, berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 7/1999 termasuk kedalam satwa dilindungi, CITES memasukan dalam kategori Appendix II, IUCN menetapkan jenis ini termasuk vurnerable atau rentan kepunahan, artinya satwa ini penting bagi alam. Tapi sayangnya kemari kami kurang beruntung karena tidak bertemu dengan satwa langka itu.

Sesampainya di pos 3 yaitu Pitamaha, kita beristirahat di shelter yang telah disediakan. Tak lama setelah beristirahat kami melanjutkan pendakian, dan jalan yang kami hadapi semakin menanjak dan terjal. Hingga kami sampai di Tanjakan Ginuk Ginuk, di tanjakan tersebut kita dapat melihat hamparan cahaya lampu dari rumah rumah warga yang berada di kaki gunung Bismo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun